Thursday, January 29, 2009

Siapakah George Mitchell?


Kamis, 29/01/2009 15:12 WIB

Di AS, nama George Mitchell identik dengan wilayah konflik. Lahir pada 20 Agustus 1933 di Waterville, Maine dari orang tua campuran Lebanon-Irlandia. Ayah Mitchell adalah keturunan Irlandia yang dibesarkan oleh keluarga asal Libanon, sedangkan ibu Mitchell adalah seorang imigran asal Libanon.

Keluarga Mitchell adalah keluarga yang sederhana. Untuk menghidupi lima anak, ayah Micthell bekerja sebagai juru kunci di Colby College dan ibunya bekerja malam hari di sebuah pabrik tekstil. Ketika masih remaja, Mitchell menjadi anak altar di gereja Katolik Maronit di Waterville, gereja yang memberikan layanan dalam bahasa Arab. Tak heran jika sampai beberapa tahun kemudian, Mitchell masih mengingat beberapa kata dalam bahasa Arab.

Sejak kecil, Mitchell sudah terbiasa mencari uang untuk membiayai sekolah hingga jenjang universitas. Ia mengambil sekolah hukum, kemudian bergabung dengan dinas militer AS dan bertugas sebagai agen konter intelejen di Berlin, Jerman.

Mitchell pernah memimpin Senat AS selama delapan tahun. Nama Mitchell mulai menjadi perhatian publik AS saat kasus Iran Kontra mencuat, ketika dalam sebuah dengar pendapat, Mitchell mengajari Letnan Kolonel Oliver L. North-anggota Korps Marinir AS yang terlibat kasus Iran Kontra-tentang patriotisme.

Selanjutnya, pada masa Presiden Bill Clinton, Mitchell ditawari jabatan untuk memimpin Mahkamah Agung. Namun Mitchell menolak dan lebih memilih pensiun. Sejak itu, Mitchell lebih banyak dilibatkan sebagai mediator dalam berbagai konflik. Ia juga pernah dilibatkan dalam penyelidikan kasus penggunaan steroid dan zat-zat berbahaya ang dilarang penggunaannya dalam olahraga, di tim-tim baseball Major League pada tahun 2006. Penemuan Mitchell membuat geger dan menghancurkan reputasi sejumlah pemain baseball terkenal pada masa itu.

Pada masa Presiden Bill Clinton Mitchell pula, Mitchell ditunjuk sebagai utusan AS untuk menyelesaikan konflik di Irlandia Utara. Mediasi yang dilakukan Mitchell membuahkan hasil berupa kesepakatan yang dikenal Good Friday. Kesepakatan itu pernah gagal setahun kemudian, tapi Mitchell mampu memulihkannya kembali. Untuk mendamaikan kelompok Katolik dan Kristen di Irlandia Utara, Mitchell hanya mengajak pimpinan kedua kelompok itu makan malam dan mengatakan pada mereka bahwa malam itu mereka akan membicarakan apa saja kecuali politik. Akhirnya Mitchell dan kedua pimpinan kelompok yang saling berseteru itu cuma membahas soal opera, kebetulan Mitchell sendiri sangat senang dengan opera. Keberhasilan Mitchell di Irlandia Utara mengantakannya menjadi nominator penerima hadiah Nobel perdamaian tahun 1998.

Setelah itu, tahun 2001 pada masa Presiden Goerge W. Bush , Mitchell ditunjuk untuk memimpin sebuah komisi internasional yang bertugas menyelidiki akar penyebab konflik Israel-Palestina. Dari hasil penyelidikan yang dipimpinnya, Mitchell merekomendasikan agar Israel menghentikan pembangunan pemukimannya dan Palestina harus bisa mencegah serangan yang dilakukan kelompok pejuangnya serta menghukum siapapun yang bertanggung jawab atas serangan yang dilakukan.

Kepiawaian Mitchell menjadi mediator, meski ia kerap melakukan tugasnya dengan cara rahasia, membuat Mitchell dikenal sebagai mediator yang memiliki reputasi baik dan bisa dipercaya oleh keduabelah pihak yang bertikai.

Sekarang, di masa pemerintahan Presiden Barack Obama, Mitchell kembali ditunjuk sebagai utusan AS untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina setelah agresi brutal yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza. Mengomentari penunjukkannya, Mitchell mengakui bahwa tingkat kesulitan memediasi konflik Israel-Palestina cukup tinggi. Namun ia menyatakan yakin, berdasarkan pengalamannya di Irlandia Utara, "perdamaian, betapapun sulitnya, pasti bisa tercapai."

"Konflik itu diciptakan, dilakukan dan dipelihara oleh manusia, dan konflik hanya bisa diakhiri oleh manusia," tukas Mitchell.

Konflik memang hanya bisa dituntaskan oleh manusia, masalahnya, apakah penyelesaiannya bisa adil? Kita tunggu saja, apakah Mitchell mampu menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan fair dan tidak hanya menguntungkan pihak Israel mengingat Presiden Obama sudah menegaskan kebijakannya untuk melindungi Israel, apapun yang terjadi. (ln/bbc/NYT

No comments:

Post a Comment