Wednesday, December 31, 2008

Israel Kerahkan Angkatan Lautnya untuk Hadapi Aktivis Gaza

Israel mengancam akan menggunakan kekuatan dan upaya paksa guna menghentikan misi para aktivis dari organisasi Free Gaza Movement yang akan menembus blokade Israel lewat jalur laut, agar bisa masuk ke Jalur Gaza.
Laporan surat kabar Israel Haaretz menyebutkan, otoritas Israel akan mengerahkan angkatan lautnya untuk mencegah kapal para aktivis itu mendekati peraitan Gaza dan akan mengambil alih kapal tersebut.
Saat ini, 27 aktivis dari 13 negara sudah meninggalkan pelabuhan Cyprus dengan menggunakan kapal yang diberi nama Gibraltar, kapal sepanjang 20 meter yang terdaftar sebagai kapal wisata. Para aktivis itu berlayar menuju peraitan Gaza dalam misi kedua mereka menembus blokade Israel atas wilayah Gaza. Mereka seharusnya sudah tiba di Gaza pada hari Rabu pukul 08.00 pagi waktu setempat.
"Warga Gaza adalah bagian dari keluarga kami. Pemerintah Israel tidak bisa selamanya memblokade Gaza. Kami akan kembali lagi dan lagi sampai kami bisa menjangkau keluarga kami. Kami mau berkunjung ke keluarga kami dan pemerintah Israel tidak punya hak untuk menghentikan kami," demikian pernyataan Mairead Maguire di situs Free Gaza Movement.
Maguire adalah aktivis asal Irlandia yang pernah mendapatkan penghargaan Nobel perdamaian, dan ikut serta dalam misi ke Jalur Gaza. Selain Maguire, dua anggota legislatif Palestina Mustafa Barghouti dan MK Jamal Zahalka juga ikut dalam misi yang membawa paket bantuan kemanusiaan dan obat-obatan bagi warga Palestina di Gaza.
"Saya prihatin dengan krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza. Krisis ini akibat kebijakan yang dibuat oleh tangan manusia, hukuman kolektif yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina dan diabaikan oleh PBB," tukas Maguire.
"Kami di Barat, punya tanggung jawab. Terutama ketika anak-anak menderita. Saya yakin, kita bisa menciptakan perubahan dan bisa mengakhiri kebisuan dunia internasional terhadap kondisi di Gaza," sambungnya. (ln/prtv/mol)

Livni Mulai Berani Ancam Palestina

Ketua Partai Kadima yang baru, Tzipi Livni mulai mengancam-ancam Palestina. Ia mengatakan, Palestina tidak akan pernah mendapatkan kemerdekaannya jika melakukan aksi-aksi kekerasan.Livni mengungkapkan hal tersebut, usai bertemu dengan juru runding Palestina Ahmed Qurie. Sementara, Qurie mengatakan pembicaraan dengan Livni berjalan dengan baik, namun ia juga mengingatkan bahwa tindak kekerasan akan muncul jika upaya perdamaian Palestina-Israel gagal."Palestina akan melanjutkan negosiasi. Tapi jika negosiasi menemui jalan buntu, apa yang akan kita lakukan? menyerah tanpa syarat? Perlawanan dengan segala bentuknya adalah hak kami yang sah," tukas Qurie.Ia juga mengungkapkan, Livni bersedia melanjutkan negosiasi dengan persyaratan. Namun pernyataan ini dibantah Jubir Kementerian Luar Negeri Israel, Yigal Palmor. "Dia (Livni) tidak menjanjikan apa-apa terkait isi negosiasi, tidak seperti yang dikatakan Qurie," kata Palmor.Qurie mengungkapkan keraguannya bahwa Israel akan memprioritaskan negosiasi Palestina-Israel, karena Israel akan sulit membuat keputusan atas syarat-syarat yang diajukan Palestina.
Ledakan di GhazaDi Jalur Ghaza, sebuah ledakan meruntuhkan terowongan yang melintas di atas kawasan al-Brazil, selatan Ghaza takan jauh dari perbatasan Mesir. Ledakan menyebabkan lima warga Palestina meninggal dunia.Laporan Palestinian Information Center menyebutkan, aparat keamanan Mesir yang memasang bahan peledak itu di terowongan sementara lima warga Palestina berada di dalamnya. Tidak jelas apakah aparat keamanan Mesir itu tahu bahwa di dalam terowongan ada lima warga Palestina, ketika memasang bahan peledak itu.Agar bisa melintasi perbatasan yang ditutup, warga Palestina menggali terowongan-terowongan yang menembus ke luar perbatasan. Lewat terowongan bawah tanah inilah makanan, bahan bakar dan obat-obatan disalurkan ke wilayah Ghaza.Insiden terowongan hari ini adalah peristiwa yang kedua kalinya selama bulan September. Tanggal 18 September kemarin, dua warga Palestina meninggal dunia dan tiga orang lainnya luka-luka setelah terowongan yang digali di bawah perbatasan Mesir-Ghaza runtuh. (ln/prtv)

RI Akan Bangun RS Lapangan di Rafa


warnaislam.com — Untuk membantu warga Palestina yang menjadi korban keganasan militer Israel, Indonesia melalui Kedutaan Besar di Mesir berencana kan mendirikan rumah sakit lapangan (RSL) di Rafa yang berdekatan dengan Jalur Gaza. Selain itu juga akan dibangun posko-posko dan pengadaan tiga ambulans untuk keperluan medis ini.
Kepala Pusat Penangggulangan Krisis Kesehatan Depkes, Rustam F Pakaya, di Jakarta, Selasa (30/12) mengatakan, "Untuk izin lokasi, RSL masih dalam tahap negosiasi, sedangkan pembelian ambulans masih dilakukan pengecekan harga di Arab Saudi,".
Untuk menangani ratusan korban meninggal dan ribuan korban luka-luka, saat ini baru terdapat 3 rumah sakit dan 60 ambulans. "Maka pengiriman ini dilakukan untuk menanggapi serta membantu masyarakat Palestina akibat peperangan," katanya.
Pengiriman tenaga medis akan dilakukan setelah pembangunan RSL telah selesai dibangun. Saat ini Indonesia baru bisa mengirim obat-obatan dan peralatan medis. Itupun setelah diberi label logo UN.

penulis : Fauzan

Intelejen Rusia: AS Ikut Bantu Teroris Israel dari Laut Merah

Rabu, 31 Desember 2008 18:32
Kapal Induk AS di Laut Merah (sumber: informasi Palestina)
warnaislam.com — Sebuah sumber di intelejen Rusia pada hari Rabu (31/12) ini menyebutkan, kapal-kapal pengangkut jet-jet tempur AS yang berpusat di Laut Merah ikut serta dalam menyuplai informasi dan logistik bagi angkatan udara Israel yang akan melancarkan serangan atas Jalur Ghaza. Demikian seperti diberitakan Pusat Informasi Palestina, Rabu (31/12).
Sumber itu selanjutnya mengatakan, Gedung Putih telah sepakat atas proposal pengajuan atas beberapa pejabatnya untuk memberikan sejumlah amunisi persenjataan teranyar bagi militer Israel, dengan syarat tidak dipublikasikan pada saat sekarang karena keberadaan militer AS di Irak dan kondisi sulit yang tengah dihadapi negeri Paman Sam itu akibat masa transisi pemerintahan dan krisis ekonomi.
Sumber yang tak mau disebut identitasnya itu menyebutkan, Dephan AS telah mengajukan proposal kepada Zionis Israel untuk masuk ke Jalur Ghaza dari wilayah Mesir, di mana militer Israel akan dibagi dalam tiga tahap untuk mengurangi kerugian yang lebih besar.
Sementara itu total syahid warga Palestina mencapai 390 orang. Sejak dini hari Rabu tadi jet-jet tempur teroris Israel melancarkan serangan ke rumah-rumah penduduk, lokasi sayap militer Hamas Izzudin El-Qassam, rumah seorang pejabat Hamas, kantor-kantor kementerian serta dua kantor media Komisi Perlawanan Rakyat.
penulis : Mochamad Ilyas

Kegagalan Israel Terhadap Palestina


Ketika George Bush, Presiden AS pertama kali memasuki Gedung Putih sebagai Komandan Nomor Satu AS pada tahun 2001, orang-orang Palestina tengah meregang nyawa dalam aksi infitifadhah al-Aqsha. Delapan tahun kemudian, ketika Bush akan meninggalkan Gedung Putih, hal yang serupa terjadi: orang-orang Palestina kembali tewas sebagai tebusan agresi keji yang dilancarkan Israel, pelakunya masih sama selama 60 tahun terakhir ini, yaitu Israel. Dan, AS, dari dulu sampai sekarang, tetap pada pendiriannya, mendukung Israel dengan segala argumennya.
Apa yang dilakukan oleh Israel sekarang ini, sama persis pula dengan apa yang mereka lakukan terhadap pasukan Hizbullah di Lebanon tahun 2006 silam. Tapi, alih-alih bisa menghancurkan Lebanon, malah Hizbullah memenangkan pertempuran yang berat sebelah itu, dan mereka menjadi symbol kebangkitan dunia Arab. Israel, dengan agresinya terhadap Jalur Gaza sekarang ini akan melakukan kembali kesalahannya.
Jelas sudah Israel berharap bahwa Palestina akan menerima penjajahan Israel—mengingat sekarang Palestina sudah kehilangan lebih dari separuh fungsi sosialnya. Tetapi, jika Palestina berusaha melawan, seperti yang kini ditunjukan oleh Hamas, negara Yahudi itu akan kembali babak belur, sama halnya dengan kejadian di Lebanon dua tahun lalu. Israel harus belajar bahwa kekuatan militer tak akan pernah bisa menghentikan gerakan perlawanan dunia Islam, dalam hal sekarang ini, Palestina.
Faktor Media
Sementara militer Israel khusyuk membombardir 1.5 juta penduduk Gaza, media menyaksikan sebuah dilema simalakama—karena di satu sisi mereka terluka mengabarkan semua itu, namun di sisi lainnya, mereka juga berusaha mencari-cari pembenaran atas ulah sang agresor barbar itu.
Tapi, tak ada yang mengejutkan dalam hal ini; orang-orang Israel sudah memperkirakan semua opini media massa terhadap aksinya, juga karena yang terpenting, Israel sudah jauh-jauh hari (selama enam bulan lebih) membuat kerja sama dengan negara-negara Arab.
Beredar sebuah pertanyaan di kalangan pers AS; apakah sebuah terorisme atau agresi terhadap penduduk sipil bisa dibenarkan? Jawabannya jelas tidak sama dengan kejadian 150 tahun lalu ketika Yahudi dibantai Nazi Jerman—dibandingkan dengan orang-orang Palestina sekarang ini. Negara-negara yang kuat secara militer seperti Israel, AS, Rusia, Cina selalu menyebut korban perjuangan sebagai teroris.
Tapi negara-negara ini gagal mengenali jenis teror yang terjadi di Chechnya, penyembelihan Palestina, represi Tibet dan pendudukan AS atas Iraq dan Afghanistan. negara-negara adidaya, selalu seperti biasanya jumawa dalam mendefinisikan semua arti perlawanan; yang mereka beri label dalam satu stigma—teroris. Dan media-media yang ada sekarang, apa lacur, dipunyai oleh mereka, dan media-media ini lah yang menyebarkan stigma dan citra itu ke seluruh penjuru dunia.
Perlawanan setengah hati
Para negara kolonial selalu menggunakan cara licik yang sama selama berabad-abad dalam menaklukan sebuah wilayah yang alot untuk ditaklukan; mereka menyerang penduduk sipil terlebih dahulu. Ini akan membuat semua elemen pembela tanah yang bersangkutan menjadi patah arah, putus asa dan merasa membentur tembok besar ketika harus konsisten melakukan perlawanan.
Hal inilah yang tidak akan pernah dilakukan oleh orang-orang Palestina terhadap Israel, sebuah perbedaan yang jauh sekali jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Israel yang tak punya rasa malu.
PLO, kemudian Hamas
Tahun 1948, ketika Israel sekonyong-konyong tanpa alasan yang jelas mendirikan sebuah negara di Palestina, 750.000 rakyat Palestina diusir dari rumahnya, dan ratusan rumah dibumihanguskan. Tanah Palestina diklaim milikinya sampai hari ini.
Sebaliknya, Palestinian Liberation Organization (PLO) yang terus digerogoti dan dijadikan mitra dalam merebut Palestina sepenuhnya, terus dijanjikan kekuasaan dan kebebasan bagi rakyat Palestina. Inilah yang membuat PLO menjadi melempem, dan malah kemudian tidak punya daya lawan apapun terhadap Israel di kemudian hari. Bahkan banyak memberi jalan kepada Israel untuk meneruskan penjajahannya dengan kemudahan kelas atas.
Ketika PLO sudah jinak, fokus Israel beralih pada Hamas. Hamas memenangkan pemilu legislatif tiga tahun lalu, karenanya Israel sadar betul, bahwa Hamas lah sebenarnya sasaran tembak untuk mendapatkan seluruh pendudukan Palestina. Dengan cara memberlakukan embargo pada Palestina dan mengizinkan Israel menjejakan kakinya di Gaza, dunia telah mengatakan pada rakyat Palestina dengan kebohongan paling besar dalam sejarah, bahwa Hamas tidak sehat untuk demokrasi Palestina.
Akibatnya, tanpa disadari oleh rakyat Palestina sendiri, mereka kemudian terjebak dalam kenyataan bahwa bukan hanya Hamas yang menjadi korban isolasi atau pengasingan dunia. Tetapi rakyat Palestina pun menjadi pesakitan. Kondisi ini semakin menjadi-jadi ketika Israel menggempur semua infrastuktur yang dimiliki oleh Palestina.
Israel, tak pelak dan tak sungkan, menghabisi semua yang ada di Palestina, polisi, rakyat, bahkan pejabat PLO sendiri yang menghamba padanya.
Kebijakan Gagal
Dalam 60 tahun terakhir, para pemimpin Israel telah menggarisbawahi bahwa satu-satunya bahasa yang dimengerti oleh orang Arab adalah kekerasan. Padahal, kenyataan sebenarnya, Israel lah yang rutin menjadikan kekerasan sebagai penyelesaian masalah. Tahun 2002, Liga Arab di Beirut dalam pertemuannya menawarkan Israel sebuah gagasan untuk mengakhiri tumpahan darah dan perjanjian damai. Israel menjawabnya dengan mengagresi Jenin dan membunuh ratusan orang di sana. Bulan lalu, Fatah meluncurkan kampanye media mengingatkan resolusi 2002, tapi dijawab dengan aksi brutal yang eksrem.
Kesimpulannya adalah Zionis Israel tidak lagi punya proyeksi yang panjang. Selanjutnya, hanya akan ada satu negara saja dalam sejarah Palestina. Dalam dekade mendatang, Israel akan berkonfrontasi dengan sebuah pertanyaan mendasar: sejarah penjajahan hanya akan bekerja jika penduduk asli ditumpas habis.
Tapi sering, seperti yang terjadi di Algeria, yang bertahan adalah mereka yang memiliki tanah aslinya. Dan Palestina tidak akan pernah rela untuk berkompromi dengan Israel. Juga tidak akan pernah menerima Israel berada dalam wilayah jengkal tanahnya. Mengaggresi Palestina sekarang ini, kolonial Israel akan segera menyerah dan angkat kaki dari bumi Palestina.
Nir Rosen Wartawan asal Beirut, Pengarang buku "The Triumph of the Martyrs: A Reporter's Journey into Occupied Iraq." (sa/aljazeera)

Tuesday, December 30, 2008


Mesir Melarang Bantuan Kemanusiaan

Mesir semakin menampakkan wajah pengkhianatnya kepada Palestina. Setelah mengizinkan Israel untuk memakai jalurnya sebagai rute pembuka untuk menggempur Jalur Gaza, kini dalam waktu bersamaan, negaranya Gamal Abden Nasser ini memblokade pengiriman bantuan kemanusiaan ke perbatasan Gaza.
Yang terbaru, Mesir menghentikan bantuan kemanusian dari Qatar. Mesir menolak Bandara Sinai sebagai tempat landing (berlabuh) kapal-kapal yang dikirim oleh Qatar.
Statiun televisi Qatar, Al Jazeera, menyatakan bahwa Pesawat Qatari yang membawa bantuan kemanusiaan kembali ke Qatar dengan muatan yang penuh. Mereka tidak bisa mencapai Jalur Gaza karena mereka sama sekali tidak diizinkan oleh perwira Mesir membuka perbatasannya.
Ditengarai, bantuan lain yang datang ke Palestina dan memakai jalur Mesir akan mengalami hal serupa. (sa/reu)

Israel Serang Kapal Membawa Obat-Obatan

Kapal-kapal angkatan laut Israel mengepung dan menembaki sebuah kapal motor kecil yang mengangkut 16 orang aktivis Free Gaza Movement. Para aktivis itu mencoba menembus blokade Israel di Jalur Gaza untuk mengirimkan bantuan obat-obatan seberat tiga setengah ton.
Israel menembak kapal mereka yang bernama "Dignity" meski masih berada di perairan internasional, sekitar 115 kilometer lepas pantai Gaza. Elize Ernshire, salah satu aktivis yang ikut dalam rombongan di kapal tersebut mengatakan, kapal mereka ditembak sebanyak dua kali dari arah depan dan dari samping.
"Tembakan itu menyebabkan bagian depan dan atap kapal rusak ... begitu pula sisi kiri kabin dan bagian kemudi. Kami diancam oleh angkatan laut Israel, jika kami meneruskan pelayaran ke Gaza, Israel akan menembak kami lagi," tutur Ershire.
Karena kondisi kapal yang rusak, Dignity memutuskan untuk berbalik arah ke Libanon dan tidak ke Larnaca, Cyprus tempat kapal itu memulai perjalanan. Ernshire menegaskan, serangan Israel tidak akan menghentikan upaya mereka untuk membawa bantuan bagi warga Gaza.
"Mayoritas anggota rombongan memutuskan, begitu kita sampai di Libanon, kami akan mengatur kembali pelayaran-pelayaran sejumlah kapal ke Gaza," ujarnya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel Yigal Palmor membantah bahwa angkatan lautnya menembak kapal para aktivis pro-Gaza. Ia berdalih kru Dignity gagal merespon kontak radio dengan kapal Israel.
Sementara itu situasi di Jalur Gaza makin kritis. Pasukan Zionis belum menghentikan serangannya. Dalam serangan sepanjang hari ini, 12 warga Gaza gugur syahid termasuk dua adik kakak berusia 11 dan 12 tahun.
Israel menolak menghentikan agresi dan menyatakan akan melakukan serangan habis-habisan dalam satu minggu ini. Di perbatasan, pasukan darat Israel siap siaga untuk sewaktu-waktu diperintahkan melakukan serangan darat.
Rumah-rumah sakit di Gaza dilaporkan mulai kekurangan persediaan obat-obatan dan peralatan medis lainnya untuk merawat sekitar 1.600 warga Gaza yang luka-luka akibat agresi biadab Israel. (ln/aljz/aby)

Aksi Menentang Agresi Militer Israel Juga Dilakukan di Malaysia

Sekitar 500 aktivis dari berbagai LSM dan partai politik ikut serta dalam aksi damai menentang kekejaman rejim Israel ke Palestina di depan Kedutaan Amerika Serikat Kuala Lumpur siang tadi.
Aksi yang di komandai Wakil Presiden PAS, Mohammad Sabu itu dimulai pada jam 11.30 pagi dengan peserta aksi berkumpul di depan gedung Tabung Haji.
Turut hadir pada aksi tersebut, Ketua Pemuda PAS, Salahuddin Ayub; Bendahara PAS, Dr Hatta Ramli; AJK PAS Pusat, Dr Syed Azman Syed Ahmad Nawawi; ahli parlimen Titiwangsa, Dr Lo Lo Mohd Ghazali; wakil Jemaah Islah Malaysia (JIM); wakil mahasiswa Islam dan beberapa LSM lokal.
Aksi hari ini juga turut di ikuti beberapa aktivis Palestina yang berada di Malaysia.
Mereka membawa bendera Hamas, spanduk yang mengecam Israel, sambil bersalawat dan bertakbir.
Tepat jam 12.00, perwakilan aksi, Mohamad Sabu menyerahkan memorandum kepada wakil kedutaan Amerika yang hanya menerima memorandum tersebut di luar bangunan kedutaan.
Sekitar 100 anggota Polisi dan pasukan keamanan memantau berlangsungnya aksi.
Memorandum yang diserah kepada wakil kedutaan antara lain menuntut Amerika segera campur tangan dalam memaksa Israel menghentikan segera serangan ke atas penduduk Palestin.
Jurubicara aksi, Dr syed Azman yang membacakan memorandum menyatakan LSM dan partai-partai politik di negara ini ingin Amerika mengarahkan sekutunya (Israel) menghormati ketetapan yang telah dibuat PBB sebelum ini mengenai kebebasan wilayah Gaza bagi rakyat Palestina.
Tindakan biadab Israel itu dikecam keras oleh seluruh masyarakat dunia . Serangan pada sabtu lalu sesungguhnya menunjukkan Israel melanggar ketetapan yang telah dibuat PBB, malah Israel dengan sengaja membunuh lebih 200 penduduk tidak berdosa di Palestina, katanya.
Serangan tidak beradab ini ditentang keras oleh seluruh dunia, namun Amerika selaku negara pembela Israel masih terus mendukung kekejaman yang dilakukan sekutunya itu, katanya.
Rakyat Malaysia meminta agar Amerika dan beberapa lembaga dunia segera mendesak Israel menghentikan kekejaman atas penduduk Palestina terutama di jalur Gaza.
Sementara itu, Wakil Presiden PAS yang berbicara setelah penyerahan memorandum, mengatakan Israel kini menjadikan Gaza seperti sebuah penjara yang berisi 1.6 juta penduduk Palestin.
Gaza di kepung sejak serangan Sabtu lalu tanpa bantuan satu pun bisa masuk kesana
Namun PBB dan umat Islam di dunia ini belum bertindak bagi menekan Israel menghentikan tindakan biadab itu, katanya.(fq/Hrkhdaily)

AS Dukung Serangan Israel

Serangan besar-besaran Israel ke Jalur Gaza sejak hari Sabtu telah menewaskan lebih dari 200 warga Palestina dan 800 orang lainnya luka-luka. Serangan ini merupakan serangan terbesar yang dilakukan rezim Zionis ke wilayah Palestina selama 60 tahun konflik Israel-Palestina.
Gencatan senjata antara Israel dan pejuang Palestina di Gaza selama enam bulan hasil mediasi Mesir, tidak membawa kemajuan bagi proses perdamaian antara Israel-Palestina. Israel masih terus memblokade Gaza dan melakukan provokasi berupa serangan-serangan ke Jalur Gaza. Sikap Israel yang tidak menghormati kesepakatan gencatan senjata memicu reaksi balasan dari para pejuang Palestina di Gaza terutama Hamas yang menguasai wilayah Gaza sejak Juni 2007.
Israel memanfaatkan aksi-aksi balasan Hamas untuk mencari-cari alasan agar bisa menyerang Gaza. Menjelang berakhirnya kesepakatan gencatan senjata tanggal 19 Desember kemarin, para pejabat pemerintahan Israel berulangkali mengancam akan melakukan serangan besar ke Jalur Gaza untuk menumbangkan Hamas.
Dan Israel mewujudkan serangan itu pada Sabtu (27/12) menjelang waktu dzuhur. Dalam hitungan jam, serangan brutal Israel menewaskan dan mencederai ratusan warga Gaza yang tak berdosa. Diduga Israel berani melakukan serangan itu karena mendapat lampu hijau dari sekutu-sekutunya terutama AS dan sejumlah negara Eropa. Karena sebelum melakukan agresi, Israel menyatakan akan mencari dukungan internasional untuk mendukung serangannya ke Jalur Gaza.
Dugaan itu ada benarnya, paling tidak hal itu tersirat dari pernyataan pemerintah AS yang menyalahkan Hamas atas serangan yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza dan menyerukan agar Israel menghindari korban dari kalangan warga sipil. Dengan kata lain, AS dengan cara halus menunjukkan dukungannya atas agresi Israel ke Jalur Gaza.
"AS mengecam keras serangan roket dan mortir ke Israel dan Hamas bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran gencatan senjata dan terjadinya aksi-aksi kekerasan baru di Gaza," kata Menlu AS Condoleezza Rice.
Juru Bicara Gedung Putih Gordon Johndroe juga menyalahkan Hamas dan menyebutnya sebagai teroris. "Israel ingin membela warganya dari para teroris seperti Hamas. Kalau Hamas menghentikan tembakan roketnya ke Israel, Israel tidak perlu melakukan serangan ke Gaza," ujar Johndroe membela Israel.
Pembelaan yang dilakukan AS pada Israel bukan hal mengejutkan, karena selama ini AS memberikan dukungan buta dan tutup mata atas aksi-aksi kekejaman yang dilakukan sekutunya itu terhadap rakyat Palestina. AS memasukkan Hamas ke dalam daftar teroris ketika Hamas memenangkan pemilu di Palestina. Begitulah AS, yang dimaksud teroris oleh AS adalah mereka yang menentang Israel dan kepentingan AS. Hamas yang berjuang untuk mempertahankan tanah airnya dari penjajahan Israel pun disebut AS sebagai teroris.
Ironisnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas ikutan-ikutan AS menyalahkan Hamas sebagai biang keladi serangan Israel ke Jalur Gaza.
Serangan brutal Israel membuat kota Gaza porak poranda. Israel membombardir lebih dari 40 pos-pos kemanan termasuk dua upacara kelulusan para anggota polisi baru Palestina. Dalam sebuah lokasi upacara di Kota Gaza, jenazah saling bertumpukan disertai rintihan para korban luka.
Situasi di Jalur Gaza benar-benar memprihatinkan, warga Gaza yang sudah lemah dan tak berdaya akibat blokade yang dilakukan rezim Zionis setahun lebih kini harus merenggang nyawa akibat keserakahan dan kejahatan para Yahudi Zionis Israel. Sejumlah tenaga penyelamat sambil memberikan bantuan berteriak "Allahu Akbar" sementara lantuan ayat-ayat suci alQuran terdengar dari mulut para korban yang luka-luka.
Sayanganya, dalam kondisi Muslim Jalur Gaza dizolimi oleh Zionis Israel. Para pemimpin negara Arab masih mampu menunjukkan sikap tegas mereka menentang agresi Israel ke Gaza. Raja Arab Saudi, Raja Abdullah cuma bisa menelpon Bush dan meminta Presiden AS itu melakukan intervensi untuk menghentikan serangan Israel.
"Negara-negara superpower harus bertanggung jawab menghentikan serangan Israel dan menyelamatkan nyawa rakyat Palestina yang tak berdosa dan infrastruktur di wilayah Palestina," demikian laporan kantor berita Saudi mengutip permintaan Raja Abdullah pada Bush lewat telepon hari Sabtu kemarin.
Ujian Bagi Obama
Kecaman terhadap serangan Israel ke Jalur Gaza juga dilontarkan Kepala Keamanan Nasional di parlemen Iran yang juga menjabat sebagai ketua komisi bidang kebijakan luar negeri Iran, Alaeddin Boroujerdi. Dalam wawancara dengan kantor berita Iran, ISNA, Alaeddin menyatakan bahwa AS dan negara-negara Barat yang selama ini mendukung entitas Zionis Israel bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan di Gaza.
Menurutnya, tanpa dukungan penuh dari negara-negara tersebut, Zionis Israel tidak akan berani menyerang dan membantai rakyat Palestina di Gaza. Alaeddin juga mengatakan, kejahatan-kejahatan yang terus dilakukan Israel di Jalur Gaza akan menjadi ujian bagi presiden baru AS Barack Obama untuk menunjukkan sikapnya guna menghentikan kekejaman Israel.
Alaeddin menilai Israel sudah putus asa menghadapi kegigihan perlawanan para pejuang Palestina di Jalur Gaza, sehingga memutuskan untuk menyerang dan membantai penduduk Gaza. Anggota parlemen Iran itu juga mengajak seluruh umat Islam di dunia ikut berperang guna meringankan krisis kemanusiaan di Gaza. Informasi terakhir yang dirilis berbagai media internasional menyebutkan jumlah warga Palestina yang gugur syahid akibat serangan biadab Zionis Israel sudah lebih dari 300 orang.(ln/berbagai sumber)

Mesir Membunuh Rakyat Palestina

Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, mengeluarkan pernyataan yang menohok Mesir. Ia berpendapat, "Posisi Mesir adalah kunci dari penyerangan Israel ke Jalur Gaza. Dengan membuka perbatasan Rafah, Mesir sudah turut membantu membunuh orang Palestina dan menjadi mitra kekejian Israel." Demikian pernyataan Nasrallah, tadi malam.
Pernyataan Nasrallah tadi kontan membuat berang pemerintahan Mesir. Menteri Luar Negeri Mesir, Ahmed Aboul Gheit, mengatakan bahwa Hizbullah sedang mencari-cari masalah dengan Mesir.
Aboul Gheit menegaskan rakyat dan militer Mesir menentang pernyataan Nasrallah tadi. Namun kenyataannya, demonstrasi rakyat Mesir semakin panas karena pemerintahan Mesir membiarkan Israel memakai Rafah sebagai rute pembuka menuju Jalur Gaza.
Rakyat Mesir yang mayoritas Islam sangat kecewa dan malu luar biasa akan keputusan pemerintahannya yang memang mendukung Israel tersebut. (sa/reu)

Kondisi Gaza Mengerikan

Faksi-faksi pejuang Palestina di Jalur Gaza termasuk Hamas bersedia melakukan gencatan senjata selama 24 jam agar truk-truk pembawa bantuan kemanusiaan dari Mesir bisa masuk ke Gaza.
Truk-truk tersebut membawa bantuan makanan dan obat-obatan untuk warga Gaza yang terancam kelaparan akibat blokade yang dilakukan rezim Zionis Israel.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mesir Hossam Zaki mengatakan, pihaknya sudah meminta pihak pejuang Palestina maupun Israel untuk memberikan ruang bagi pengiriman bantuan makanan ke Jalur Gaza yang akan dilakukan oleh organisasi Bulan Sabit Merah Mesir.
Hari ini, truk-truk yang membawa bantuan senilai satu juta dollar berupa 40 ton tepung gandum dan 20 ton beras beserta keperluan medis diharapkan sudah tiba di Gaza. Namun menurut laporan koresponden Al-Jazeera di Gaza, warga Gaza membutuhkan lebih banyak lagi bantuan makanan dan obat-obatan.
"Badan bantuan PBB yang selama ini mendistribusikan bantuan makanan bagi 750.000 warga Gaza, harus mengirimkan sedikitnya 100 truk gandum untuk memenuhi kebutukan warga Gaza," demikian laporan Al-Jazeera.
Disebutkan pula bahwa menurut laporan WHO, sekitar 105 jenis obat-obatan yang sangat dibutuhkan di Gaza sudah hampir habis dan dibutuhkan pengiriman baru untuk menambah stok obat-obatan.
"Laporan-laporan organisasi internasional menyebutkan bahwa situasi kemanusiaan di Jalur Gaza sangat parah dan mengerikan," kata kontributor Al-Jazeera. (ln/aljz)