Thursday, January 29, 2009

Strategi Politik Iran di Jalur Gaza

Paska berakhirnya infasi brutal Israel ke Jalur Gaza, perlahan berbagai hal yang selama ini terselubung terkait kerjasama hitam eksekutor holocoust mulai tersingkap. Berbagai kalangan yang multi kepentingan secara pragmatis berupaya mengulur benang merah pembantaian di Gaza melalui pengeluaran statemen-statemen mengejutkan. Di Harian As-syarq Al-Awasath edisi Kamis 22/01/2009, Menteri Luar Negeri Mesir, Ahmed Aboul Gheit menuding Iran bertanggungjawab atas seluruh konflik di kawasan Timur Tengah. Dalam koran mingguan al Wathan —media massa berbahasa Arab-Inggris yang spesifik menyoroti konstelasi Timteng terbit di Washington DC— Selasa, 27/01/2009, Aboul Gheit secara transparan menegaskan, "Iran dalang serangan Israel ke Jalur Gaza". Statemen yang sama juga dimuat Harian al Nahar terbitan Kuwait, 27/01/2009.

Indikasi tengah bangkitnya reinkarnasi hegemoni Dinasti Savafid di lembah Laut Kaspia itu semakin menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Savafid merupakan imperium perdana dan terbesar yang dikonstruksi penganut Syiah di daratan Persia antara tahun 1502-1736 M. Pada lembah ini pula telah terukir sejarah kegemilangan bangsa-bangsa yang acapkali kuasa memperangah dunia, dari semasa Kekaisaran Persia bermula oleh Cyrus II tahun 559 SM hingga masa kejatuhan Dinasti Pahlevi tahun 1979. Tapi Iran lagi-lagi tetap menuai decak kekaguman atas terobosan spektakuler Ayatulloh Khomeini yang menggulingkan kekuasaan Reza Pahlevi melalui pagelaran eksekusi kolektif bernama Revolusi Islam Iran, 11/02/1979. Dan hal ini diakui oleh seorang Pemikir Islam Kontemporer dari Mesir, Dr. Muh. Imarah, bahwa revolusi itu telah menciptakan rangkaian keberhasilan, walaupun menurutnya tetap ada ancaman besar di balik revolusi dahsyat tersebut.

Revolusi selalu meniscayakan perubahan substansial dan sangat mendasar pada sistem pemerintahan atau keadaan sosial sebagai sebuah konsekuensi. Di Iran, Revolusi '79 merupakan produk koalisi empat poros kekuatan raksasa, yakni nasionalis, nasionalis-Islamis, nasionalis-revolusionis, dan kubu tangguh Ayatulloh Khomeini. Said Al-Sabagh, Pakar Politik Iran di Kairo, menjelaskan fiksi rekonstruksi internal Iran antar poros ini mendominasi penancapan tonggak awal revolusi. Dalam penataan ulang Iran paska revolusi mengemukalah problema baru soal keputusan dilematis antara alternatif, memperluas penerapan sistem politik pengganti atau stabilisasi perekonomian nasional. Krisis perang saudara Iran-Irak (1980-1988) menjadi proyek tambahan yang menguji kesungguhan pengusung revolusi dan rakyat Iran sendiri untuk mampu menaklukkan keadaan kemudian bangkit bersama menyongsong era kegemilangan.

Palestina dalam Perspektif Revolusi

Proyek peruntuhan Dinasti Pahlevi telah dirintis setahun sebelum revolusi direalisasi melalui penguasaan kota-kota dan wilayah di Iran. Pengaruh politik luar negeri Amerika Serikat (AS) begitu mengakar pada tatanegara dan kebijakan Pahlevi. Tendensi tersebut benar dipahami pengusung revolusi sebagai akibat suksesnya lobi Zionis-Yahudi di AS yang kerap menelurkan kebijakan yang merugikan penganut Islam. Barangkali karena krisis Palestina tak bisa dilepaskan dari Yahudi, maka Khomeini pun menegaskan, "Salah satu target besar revolusi ini membebaskan kota Al-Quds dan tanah Arab, menyelamatkan Masjid Qubbatu Shakhrah, dan melakukan perlawanan terhadap penjajah-Zionis." (Bayan Al-Qaid Ayatulloh Khomeini, al-Bahtsu al-Isyraf, hlm. 255).

Sehari setelah pengambilan kekuasaan di Iran oleh poros revolusi pimpinan Khomeini, seluruh pejabat Kedutaan Besar Israel di Teheran diusir dari Republik Islam Iran. Pemerintahan baru itu menggantinya menjadi Kedutaan Besar Palestina dan menyerahkan mekanisme administrasi ke bangsa Arab. Sepertinya memang, pengusung revolusi menghendaki jalur konfrontasi menghadapi kebiadaban Yahudi. Pandangan mereka bahwa Zionis telah menggagahi hak kemanusiaan, menodai kehormatan Islam di Palestina, bahkan telah menganeksasi tanah milik rakyat Palestina. (Adnan Abu Sarahan, Ats-Tsaurah Al-Islamiyah Al-Iraniyyah, 2007).

Bila sasaran politik revolusi dicermati ulang, seperti yang pernah dilakukan analis Iran, Tafid Daud Abu Khair, pada majalah al-Munadhil, edisi 296 tahun 1999, terlihat ada enam bundel proyek revolusi 1979 —sebagian sudah terwujud— sebagai berikut: krisis Palestina (membebaskan Al-Quds dan memelihara tempat-tempat suci di Palestina); teritorial Lebanon (membebaskan Lebanon Selatan); piagam internasional (penegasan peranan PBB dan Majelis Umum); penyatuan bumi Irak (menjaga kedaulatan dan wilayahnya); konfrontasi Arab-Israel (Iran berperan mengkanal skenario politik AS dan Israel); serta fungsi Iran membangun hubungan baik dengan negara-negara Arab. Tafid ingin menegaskan, di atas krisis Palestina sesungguhnya terdapat proyek yang jauh lebih besar bagi Iran, yaitu kepentingan revolusi Iran menanamkan hegemoni Syiah di seluruh dunia.

Strategi Politik Luar Negeri Iran

Membicarakan strategi politik luar negeri Iran akan menghantar kita pada realita pentahapan sejarah yang terbagi menjadi empat dekade, sebagaimana paparan Dr. Birn Izdy, Mantan Petinggi di Kementerian Luar Negeri Iran, dalam bukunya, "Madkhal Ela Al-Siyasah Al-Kharigiyah Li-Gumhouriyat Eiran Al-Eslamiyah", 1999. Fase pertama: 1979-1980, dimana kubu liberal-konservatif memegang kebijakan neo-konservatif dalam upaya menjalin hubungan bilateral antara Iran dan masyarakat internasional. Fase kedua: 1980-1988, yang bisa disebut sebagai fase radikalis pola interaksi Iran kepada bangsa dunia tanpa mengindahkan mediasi pemerintahan, yang justeru mengakibatkan instabilitas dalam negeri Iran.

Fase ketiga: 1988-1997, menunjukkan sikap moderat, menerapkan pola santun strategi luar negeri Iran, dan obsesi memperbaiki serta meningkatkan harmonisasi hubungan bilateral. Presiden Hasyemi Rafsanjani bersama Menlunya Dr. Wilayati berhasil menata kembali keretakan hubungan Iran dengan masyarakat dunia. Beberapa pointer yang dicapai, antara lain: eksistensi pemerintahan Revolusi Iran mendapat pengakuan negara-negara Kawasan Teluk Arab; pencabutan isolasi masyarakat internasional atas Iran paska revolusi; penerimaan Barat dan dibukanya pangsa pasar Eropa; legalisasi dunia atas revitalisasi angkatan perang Iran; penyebaran pemikiran revolusi melalui kran kebudayaan; dan, Iran diajak menyelesaikan krisis di Afghanistan dan kawasan Timteng.

Fase keempat: 1997-2005, semasa Dr. Muh. Khatami berkuasa. Pandangan reformisnya seringkali menimbulkan konflik internal dengan kubu konservatif yang loyal memelihara amanat revolusi Syiah. Ini pulalah yang menjadi akar carutmarutnya pemerintahan dalam negeri Khatami. Lain halnya mengenai iklim politik luar negeri Iran, Khatami benar-benar lentur terhadap Barat bahkan untuk pertama kalinya ia mengadakan kontak politik dengan Moshe Katsav, Presiden Israel, April 2005, hal yang tak pernah dilakukan pendahulunya semenjak revolusi ditabuh.

Selain paparan Dr. Birn Izdy, ada imbuhan dari Adel El-Gogary, Pemred al Ghad al Araby, (Adel El-Gogary, "Ahmadinejad; Rajulun fi Qalbi al-Ashifah", 2006) yang menyoroti sosok kharismatik Ahmadinejad. Dan, ini menjadi Fase kelima: 2005-2009, dimana Nejad mengambil strategi politik luar negeri berseberangan dengan Khatami. Ahmadinejad dikenal loyalitasnya memegang ajaran Imam Khomeini terlebih menyoal konfrontasi terhadap Zionis-Yahudi. Satu hal yang barangkali berbeda, tulis El-Gogary, bahwa Iran pada tanggal 29 Oktober 2005 mengeluarkan statemen akan menaati piagam PBB untuk tidak menggunakan kekuatan militer menyerang negara lain, tanpa terkecuali Israel. Iran bisa ditebak hanya memainkan penyelesaian damai berseteru dengan Israel.

Iran dan Holocoust Gaza

Tudingan Aboul Gheit —Menlu Mesir— atas Iran sarat bernuansa politik. Gheit melampirkan dalih sinyalemen dukungan Iran atas Hizbullah pada Perang Israel-Hizbullah, Juli 2006 silam. Serangan Israel ke Gaza kali ini hanya rentetan perang Lebanon itu. Tudingan Gheit menguat manakala kapal laut Iran yang mengangkut bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza tiba di perairan Mesir (26/01), Iran sendiri telah mengumumkan keinginannya mengadakan rekonstruksi di Jalur Gaza. Dr. Wahid Abdul Majid, analis Mesir di al Arabiya, berpendapat bahwa hal yang selayaknya lumrah terkait bantuan kemanusiaan Iran tersebut bila kemudian dipaksa-paksakan akan gampang melahirkan persepsi aneh.

Kendati demikian, Holocoust Gaza tidak dipungkiri menorehkan nilai positif bagi Iran dalam rangka merekatkan kembali koalisi Iran-Suriah yang belakangan merenggang. Muh. Abbas Naji, analis di Islamonline, 18/01/2009 mengatakan, sebelumnya Suriah dimediasi oleh Turki akan menggelar perundingan langsung dengan Israel terkait kasus dataran tinggi Goulan. Di balik perundingan itu terselip propaganda melerai koalisi Suriah-Iran. Infasi militer Israel ke Gaza 27/12/2009 silam kontan membuyarkan rencana perundingan itu. Iran tampaknya —untuk beberapa waktu ini— lebih memprioritaskan penyelamatan program pengayaan nuklirnya, pengokohan kerjasama ekonomi Iran-China di Benua Hitam Afrika, dan menggelembungkan dominasi Syiah di Irak paska kesepakatan damai (AS-Iran-Irak) Desember 2008, ketimbang memberangus Israel yang kini diayomi penguasa baru AS, Barack Obama, yang tentu mengandung resiko besar. []

Profil Penulis : Ahmad TaryudiTaryudi, Tengah merampungkan master pada program pasca sarjana Univ. Al-Azhar Kairo. Alamat District Nasr City, Cairo. Warga Kisaran, Kab. Asahan Sumatera Utara Medan. Selain kuliah, juga aktif di KAMPUS KEHIDUPAN di lembaga Kajian Sosial-Politik dan Dunia Islam Studi Informasi Alam Islami (SINAI) Mesir. Email : taryudi_k@yahoo.com

Pengadilan Spanyol Setujui Gugatan Organisasi HAM Palestina

Pengadilan Nasional Spanyol menyetujui gugatan hukum terhadap tujuh pejabat militer senior Israel atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam insiden serangan ke Jalur Gaza yang terjadi pada tahun 2002.

Gugatan itu diajukan oleh Palestinian Center for Human Rights atas nama warga Gaza yang menjadi korban serangan Israel itu dan disetujui oleh hakim pengadilan nasional Spanyol di kota Madrid, hakim Fernando Andreu. Hakim Andreu memutuskan untuk membentuk dua komisi. Komisi pertama untuk memberitahukan pada pihak Israel tentang penyelidikan kasus tersebut dan komisi kedua bertugas mengumpulkan keterangan dari para saksi dari warga Gaza atas peristiwa tersebut.

Andreu mengatakan, keputusannya itu sesuai dengan pandangan Spanyol tentang prinsip-prinsip jurisdiksi yang universal terhadap dugaan kasus-kasus kejahatan kemanusiaan, genosida dan terorisme. Menurutnya, pemboman Israel di area padat penduduk di Gaza "tidak proporsional dan berlebihan" serta "menunjukkan indikasi adanya perbuatan kejahatan terhadap kemanusiaan."

Israel, kata Andreu, harus disadarkan atas kemungkinan konsekuensi perbuatan yang dilakukannya, menjatuhkan bom seberat satu ton dengan kekuatan ledak yang dahsyat di tengah pemukiman penduduk.

"Akibat ledakan bom yang dijatuhkan dari pesawat tempur F-16, 15 orang meninggal dunia, kebanyakan anak-anak dan bayi serta 150 orang lainnya luka-luka, beberapa diantaranya luka parah," tukas hakim Andreu mengingatkan kembali peristiwa yang terjadi pada bulan Juli 2002.

Dalam insiden tersebut, pimpinan sayap militer Hamas, Shehade syahid bersama 14 orang warga Gaza lainnya, antara lain sembilan anak-anak dan tiga perempuan.

Tujuh pejabat militer senior Israel yang bakal diseret ke pengadilan kejahatan kemanusiaan itu antara lain, Benjamin Ben-Eliezer, menteri pertahanan dan sekarang menjadi menteri infrastruktur; Avi Dichter, direktur keamanan umum dan sekarang menjadi menteri keamanan dalam negeri; Moshe Ya'alon, kepala staff angkatan bersenjata;Dan Halutz, komanda angkatan udara; Doron Almog, komandan senior di angkatan udara; Giora Eiland, kepala keamanan nasional dan Michael Herzog dari kementerian pertahanan Israel.

Sementara itu, kementerian luar negeri Israel menyatakan bahwa putusan hukum pengadilan Spanyol tidak bisa diterima dan akan mengerahkan tim legal mereka dengan upaya apapun untuk membela orang-orang Israel yang terlibat dalam serangan ke Jalur Gaza tahun 2002. (ln/iol/prtv)

PM Turki Sumpah Serapahi Presiden Israel

Hubungan Israel-Turki Israel memasuki babak baru yang dramatis. Dalam pertemuan di Davos, Swiss pekan ini, Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan tanpa diduga secara berani meninggalkan forum pembicaraan ekonomi dunia setelah beradu mulut dengan Presiden Israel, Shimon Perez, Selasa malam (27/01). Erdogan tanpa rasa takut berdebat panas dengan Perez tentang agresi Israel di Jalur Gaza.

"Kalian membunuhi orang-orang." seru Erdogan keras kepada Perez. "Apa yang kalian lakukan tidak manusiawi!"

Menanggapi perkataan Erdogan, Perez langsung memotong dengan panas, "Apakah Anda sungguh benar-benar mengerti akan situasi dimana ratusan roket berhamburan dan menyerang perempuan dan anak-anak? Ada apa dengan Anda?" repetnya.

Erdogan tidak terima perkataan Perez, dan ia meminta waktu kepada moderator untuk kembali bicara. Namun, ia hanya diberikan waktu satu menit saja. "Kalian, Israel, tidak pernah mau mendengarkan."

Setelah itu, Erdogan pun berkata, "Bagi saya pertemuan Davos sudah selesai. Saya tidak diizinkan untuk bicara di sini. Perdana Menteri kalian, Ohud Olmert, mengatakan sangat senang memasuki Palestina dengan tank, peluru dan roket, dan membunuh warganya." ujarnya dengan nada tegas kepada Perez, yang langsung disambut dengan tepuk-tangan para hadirin. Setelah itu, Erdogan pun meninggalkan forum dan dengan cuek melewati Perez yang tampak tertekan. Erdogan mengatakan tak akan menghadiri lagi forum itu.

Perkataan Erdogan di atas langsung membuat Shimon Perez mengkerut. Ia terlihat tidak pede dalam pertemuan itu. Perdana Menteri Kjell Magne Bondevik dari Norwegia berkata, "Saya tidak pernah melihat Perez seperti itu. Ia mungkin sadar bahwa seluruh dunia sekarang sedang memusuhinya. Saya sedih Erdogan meninggalkan forum."

Dukungan untuk Erdogan datang dari banyak pihak. Menteri Luar Negeri Mesir, Moussa, yang selama debat hanya diam saja, berkomentar, "Sikap Erdogan bisa dipahami. Israel memang tidak pernah mendengarkan siapapun."

Hubungan Turki dengan Israel memang menjadi buruk ketika Israel melancarkan Operasi Cast Lead ke Gaza. Recep Tayyip Erdogan adalah satu dari sedikit pemimpin negara yang secara terang-terangan mengecam Israel. (sa/wb/jp)

Komite Fatwa Ulama Al Azhar 1375 H- Haram berdamai dengan Israel


Komite Fatwa Ulama-Ulama Al Azhar: “Haram Berdamai dengan Israel”
Jumat, 30/01/2009 10:06 WIB Cetak | Kirim | RSS Komite Fatwa menyatakan bahwa perdamaian dengan Israel--sebagaimana yang dinginkan oleh orang-orang yang menyeru kepada hal tersebut--tidak diperbolehkan secara hukum syara'

Pada hari Minggu, 18 Jumadal Ula 1375 H/Januari 1956 M, Komite Fatwa Al-Azhar mengadakan pertemuan khusus yang diikuti oleh anggota dewan ulama-ulama senior Al-Azhar dan dipimpin oleh Prof. Sheikh Mohammed Hassanein Makhlouf, salah seorang ulama senior Al-Azhar, yang juga mantan mufti Mesir. Pertemuan itu dihadiri oleh Syaikh Isa Manun, Dekan Fakultas Syariah dari Mazhab Syafi'i, Syaikh Mahmoud Shaltout, dari Mazhab Hanafi, Sheikh Mohamed Thaneikhi, Direktur Lembaga Dakwah dan Bimbingan Keagamaan, dari mazhab Maliki, Syaikh Muhammad Abdullathif As-Subki, Direktur Tim Inspeksi di Universitas Al-Azhar dari mazhab Hanbali dan Syaikh Zakaria Al-Birri, Sekjen Komite Fatwa.

Telah dipertimbangakan pertanyaan di bawah ini dan dikeluarkan fatwa sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Swt, Shalawat dan salam semoga dihaturkan kepada penghulu para nabi Muhammad Saw, dan juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Komite Fatwa Al-Azhar Asy-Ayarif telah memperhatikan beberpa pertanyaan tentang pandangan Syariat Islam seputar hukum berdamai dengan Israel yang telah merampas tanah Palestina, kemudian mengusir penduduknya, membantai para wanita, anak-anak, orang tua dan pemuda, merampas harta benda mereka dan melakukan perbuatan-perbuatan keji di tempat-tempat ibadah dan tempat suci kaum muslimin.

Juga tentang hukum saling mencintai dan tolong menolong dengan negeri-negeri penjajah yang membantu Yahudi dalam agresinya, membantu mereka dengan sokongan politik dan materi untuk mendirikan negara Yahudi di jantung kawasan negara-negara Islam. Dan juga tentang hukum bersekutu yang digembar-gemborkan negara-negara kolonial yang tujuannya tidak lain agar Yahudi tetap eksis di tanah Palestina, guna memudahkan mereka menjalankan misi kolonialisme.

Dan juga tentang kewajiban kaum muslimin terhadap tanah Palestina dan upaya mengembalikan rakyat Palestina yang terusir dari negeri mereka, serta kewajiban kaum muslimin terhadap proyek Israel memperluas tanah jajahannya dan upaya mereka untuk menarik orang Yahudi di manca negara untuk bermukim di Palestina, yang tentunya akan memperkokoh keberadaan dan kekuatannya serta menjadi ancaman bagi negara-negara disekelilingnya.

Komite Fatwa menyatakan bahwa perdamaian dengan Israel--sebagaimana yang dinginkan oleh orang-orang yang menyeru kepada hal tersebut--tidak diperbolehkan secara hukum syara', karena di dalamnya terdapat pembenaran terhadap penjajah untuk meneruskan upaya penjajahannya, pengakuan keberhakannya terhadap tanah jajahannya, dan dukungan kepada mereka untuk meneruskan agresinya. Padahal semua agama samawi dan agama-agama non samawi sepakat mengharamkan penjajahan dan mewajibkan dikembalikannya tanah jajahan kepada pemiliknya. Komite juga menyerukan kepada pemilik hak (rakyat Palestina, penj-) untuk membela dan merebut haknya. Karena di dalam Hadits ditegaskan, "Barang siapa yang terbunuh karena membela kehormatannya maka ia syahid." Dalam Hadits lain, "Bagi tangan (pemilik) apa yang diambilnya (dimilikinya) sampai dikembalikan."

Maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk upaya damai dengan Yahudi—yang merampas tanah Palestina, menzalimi rakyatnya dan mengambil secara paksa harta benda mereka—upaya yang mengokohkan Yahudi untuk tetap tinggal di tanah Palestina dan mendirikan sebuah negara di atas tanah suci negeri Islam ini. Bahkan wajib bagi kaum muslimin semuanya untuk saling membantu—tanpa memandang suku, bangsa, perbedaan bahasa dan warna kulit—untuk mengembalikan rakyat Palestina ke negeri mereka, menjaga kesucian masjid Al-Aqsha yang merupakan tempat turunnya wahyu, tempat shalatnya para nabi yang diberkahi oleh Allah Swt, dan menjaga peninggalan-peninggalan sejarah Islam dari tangan para penjajah.

Wajib juga bagi mereka untuk menolong para mujahidin dengan senjata dan kekuatan untuk berjihad, dan hendaknya mereka mengeluarkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mensucikan negeri Islam dari tangan penjajah yang zalim. Allah Swt berfirman:

وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ ﴿٦٠﴾

"Dan persiapkanlah bagi mereka (musuh-musuh Allah) kekuatan, apa saja yang engkau bisa, dan dari kuda-kuda perang yang ditambat, yang dengannya engkau membuat gentar musuh Allah dan musuh kalian..." (At-Anfal: 60)

Barang siapa yang tidak mendukung hal ini atau menyepelekannya atau mencela kaum muslimin karenanya, atau mengajak kepada hal-hal yang dapat memecah belah persatuan kaum muslimin, dan mendukkung usaha-usaha negara-negara penjajah dan Zeonis untuk merealisasikan rencana mereka terhadap negara-begara Arab dan Islam, terutama negara Palestina ini, maka dia dalam hukum Islam telah keluar dari Jama'atul Muslimin dan telah melakukan dosa yang besar.

Bagaimana tidak, semua orang tahu bahwa Yahudi selalu berbuat makar terhadap Islam, kaum muslimin dan negara-negara Islam, sejak dari zaman kenabian sampai sekarang, dan bahwasanya mereka tidak cukup sekedar menzalimi rakyat palestina dan mengotori Masjid Al-Aqsha saja, melainkan, rencana besar mereka adalah menguasai seluruh wilayah negara-begara Islam yang berada di antara sungai Nil dan Eufrat. Maka wajib bagi kaum Muslimin untuk menyatukan kata guna menghilangkan bahaya besar ini, membela negeri-negeri Islam dan menyelamatkannya dari tangan-tangan penjajah. Allah Swt berfirman:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ

"Dan berpegang teguhlan kamu sekalian pada tali Allah dan janganlah berpecah belah..." (Ali Imran: 103)

Adapun bekerjasama dengan negara-negara yang membantu ekstrimis zalim ini dengan materi dan persenjataan sehingga tetap eksis di tanah kaum musllimin, hal itu tidak diperbolehkan menurut syara’, karena merupakan upaya saling bantu-membantu dalam kezaliman dan mendukung mereka dalam permusuhannya terhadap Islam dan negeri-negeri Islam. Allah Swt berfirman,

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿٩﴾

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan teman orang-orang yang memerangi kalian dan mengeluarkan kamu dari negerimu sendiri serta orang-orang yang membantu orang lain untuk mengusir kamu. Barang siapa yang mendukung mereka, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Mumtahanah: 9)

Dalam ayat lain Allah berfirman,

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٢٢﴾

“Tidak akan engkau temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir yang mencintai orang-orang yang melawan Allah dan Rasulnya, walau mereka adalah bapak, anak, saudara dan keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah ditetapkan oleh Allah iman dalam hatinya dan menguatkannya dengan pertolongan dari pada-Nya, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan merekapu ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Mujadalah: 22)

Tidak diragukan lagi bahwa mendukung musuh dan mencintai mereka sama dengan membantu mereka dengan sesuatu yang dapat menguatkan posisi mereka baik dengan pikiran, senjata dan kekuatan, baik secara tersembunyi atau terang-terangan, langsung atau tidak langsung, semua itu diharamkan bagi setiap muslim apapun alasannya. (SN/IKH)

Blue Dog Coalition, Yahudi di Balik Obama



Blue Dog Coalition, 2009 ini genap berusia 14 tahun, telah berhasil membangun reputasi sebagai pemain serius dan penting dalam arena politik AS. Hanya dalam waktu kurang dari 15 tahun sejak dibentuk tahun 1995, Blue Dog Coalition telah menjadi pemegang semua keuangan yang dikeluarkan oleh negeri Paman Sam.

Kelompok ini beranggotakan 47 orang dari semua wilayah AS. Tidak sembarang menjadi anggota Blue Dog Coalition, karena selain harus menjadi anggota Parlemen AS, keanggotaan Blue Dog Coalition juga mewajibkan garis keturunanan. Artinya, seseorang yang menjadi anggota kelompok ini, ayah atau keluarganya yang senior juga harus sudah terlebih dahulu terdaftar sebagai anggota Blue Dog Coalition. Di antara anggota sekarang adalah Mike Arcuri , Joe Baca, John Barrow, Melissa Bean, Marion Berry, Sanford Bishop, Dan Boren, Leonard Boswell (IA-3), Allen Boyd, Dennis Cardoza, dll.

Pada awalnya, Blue Dog didirikan sebagai kelompok tandingan bagi Partai Republik yang selalu memilih anjing berwarna kuning dalam surat suara. Selama bertahun-tahun, Partai Republik yang sosialis sebelumnya menguasai pemilu AS. Pada pemilu 1994, kendali itu mulai diambil alih oleh Demokrat, yang merupakan kumpulan politisi Yahudi di AS.

Blue Dog Coalition terbentuk pada kongress anggota Demokrat yang ke-10 di Gedung Parlemen, dan merupakan instruksi langsung pembesar Yahudi. Mereka kemudian perlahan-lahan mengubah visi-misi Demokrat. Terobosan mereka yang terkenal adalah "Blue Pups" tahun 1998, 2000, 2002, 2004, dan 2006 yang langsung menumbangkan semua suara Republik yang pada tahun 1994 masih menjadi incumbent yang kuat.

Koalisi ini mengkhususkan diri dalam kebijakan fiskal dan keuangan AS, mengatur kemana arah pembelajaan AS setiap tahunnya. Salah satu pos terbesar mereka adalah menjalin kerjasama dengan berbagai koran harian dan majalah. Selama tiga kali pergantian presiden AS, mulai dari Bill Clinton, George W. Bush, sampai sekarang Barack Obama, kelompok Yahudi ini selalu mendapatkan tempat dan diberi keleluasaan. Hampir setiap presiden AS, termasuk Obama, tidak pernah berani mengutak-atik posisi Blue Dog Coalition.

Salah satu kejadian yang pernah membuat mata warga AS membelalak, dan terutama pengamat ekonomi asal negeri itu adalah ketika Blue Dog Coalition menyetujui Bush membuat pinjaman bank yang melebihi jumlah pinjaman yang telah dibuat oleh semua 42 presiden AS sepanjang sejarah sebelumnya. Departemen Keuangan AS mencatat pinjaman semua presiden AS yang lalu, dari tahun 1776 hinnga 2000 "hanya" sebanyak US$ 1,01 trilyun, sedangkan Bush, dalam masa empat tahun sebelum pensiun telah meminjam US$ 1,05 trilyun. Uang ini kemudian sebagian besar dialokasikan untuk biaya perang di Irak, Lebanon, Afghanistan dan yang terbaru di Gaza.

Selasa malam (28/01) Blue Dog Coalition telah berhasil membuat Obama mengeluarkan kebijakan fiskal sebesar US$ 819 trilyun sebagai rencana pemulihan ekonomi AS, yang naga-naganya dana ini akan kembali dialokasikan untuk penguatan Yahudi di AS dan dunia. (sa/berbagaisumber)

Gilad Amos : Hamas Musuh Nasional Mesir


Eramuslim 29/1/09 Tabir yang tertutup menjadi terbuka. Teka-teki umat Islam di seluruh dunia terhadap Mesir terjawab. Mengapa selama agresi militer Zionis-Israel terhadap Gaza, justru Mesir mendukung Israel, dan menutup rapat-rapat perbatasan sampai hari ini? Ternyata pemerintah Mesir telah menetapkan Hamas menjadi musuh nasional Mesir.

Penasehat Keamanan dan Politik Israel, yang melakukan kunjungan bolak-balik Tel Aviv – Cairo, Mayor Jendral Gilad Amos, menyatakan terima kasih dan menghormati sikap Mesir yang telah menjadikan Hamas sebagai sebagai musuh dan ancaman keamanan nasional Mesir. Koran Haaretz, yang mengutip pernyataan Gilad, yang usai bertemua dengan Kepala Intelijen Mesir, Omar Sulaiman, secara ekplisit Omar telah menginginkan kerjasama lebih erat dengan Israel, khususnya dalam rangka menghentikan penyelundupan senjata ke Gaza. Gilad dan Omar Sulaiman telah berdiskusi berjam-jam mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh kedua negara Mesir-Israel, supaya tidak ada lagi senjata yang dapat masuk ke Gaza.

Tampaknya, Israel masih merasa masygul, karena tak mampu menghentikan Hamas, meskipun sudah diembargo dan diblokade hampir satu, tapi Hamas masih tetap eksis, bahkan mampu menghadapi gempuran militer Israel selama 22 hari. Serangan udara yang massif, dan didukung serangan dari kapal-kapal perang di teluk Gaza, serta serangan darat, yang menggunakan tank-tank Merkava, tak juga dapat membekuk Hamas, dan membuat gerakan itu bertekuk lutut kepada pasukan Zionis-Israel. Inilah yang menjadi perdebatan dikalangan petinggi militer Israel. Tak heran di saat perang yang sedang berkecamuk dengan dahsyat, Menlu Israel, Tzipi Livni terbang ke Washington, dan menandatangani perjanjian dengan Menlu AS, Condoleeza Rice, yang akan menghentikan penyeludupan senjata dari perbatasan Mesir.

Gilad Amos sangat berterima kasih kepada Mesir, yang menunjukkan pengertian yang sangat besar, karena selama perang Mesir telah menutup rapat-rapat perbatasannya. Utusan pemerintah Mesir itu, jugag tak lupa menyatakan penghargaannya, di mana Mesir berjanji tidak akan memberikan apa-apa kepada Hamas, dan akan tetap menutup perbatasannya. “Mesir tidak akan membuka pintu Rafah”, ujar Gilad. Sementara itu, di Cairo tidak ada bantahan atas pernyataan Gilad Amos, yang sudah disiarkan oleh Koran Israel, Haaretz, Rabu, kemarin.

Dibagian lain, para ahli hukum dari Swiss yang melakukan kunjungan ke Gaza, mereka sangat terkejut, melihat kehancuran di wilayah itu, yang sedemikian dahsyat. Anggota perlemen Swiss, sangat shock melihat kondisi yang ada di Gaza. “Israel telah membunuh banyak orang, menghancurkan batu, pohon, dan membunuh apa saja yang ada di Gaza”, ujar anggota parlemen Swiss. Delegasi parlemen yang disertai empat ahli hukum itu melakukan penyidikan ke seluruh wilayah di Gaza, dan melihat serta mencatat semua yang ada di Gaza, sebagai bahan laporan ke Konvensi Jenewa. Angngota parlemen itu juga meminta agar pemerintah Swiss menghentikan kerjasama militer dengan Israel.

Salah seorang anggota parlemen Swiss, Carlo Samaroga, menegaskan akan menangkap dan menahan semua pejabat Israel yang terlibat dalam perang di Gaza, jika mereka melakukan kunjungan ke Swiss. Ini akan menjadi preseden baru, jika pemerintah Swiss melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pejabat-pejabat Israel, yang terlibat dalam kejahatan perang di Gaza. Setidak ada tokoh yang terlibat langsung dalam kejahatan perang di Gaza, yaitu Perdana Ehud Olmert, Menlu Tzipi Livni, dan Menhan Ehud Barak.

Secara terpisah salah seorang anggota parlemen Swiss, Josep Zisyadis menyatakan : “ Ini bukan perang antara tentara dengan tentara, tapi ini perang antara pasukan regular (Israel Depend Forces-IOF) melawan rakyat sipil yang tidak bersenjata di Gaza. Ini adalah kejahatan yang tidak dapat diterima, dan masyarakat internasional harus menghukum mereka yang telah melakukan kejahatan”, tambah Josep Zisyadis. Anggota parlemen itu juga meminta rakyat Gaza terus berjuang menolak penjajah, dan melakukan perjuangan membebaskan tanah air mereka, dan hal itu seperti dialami mereka yang mebebaskan Swiss dari cengkeraman Jerman.

Perang yang berlangsung terus menerus, tak lain tujuan Israel adalah ingin memperluas wilayah jajahannya, dan mengusir rakyat Palestina dari tanah kelahirannya. Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan pemerintah Palestina, sejak tahun 2008, jumlah angka pemukiman Yahudi di Tepi Barat, meningkat 60%. Jadi penutupan pemukiman di Gaza itu, dialihkan ke Tepi Barat. Jadi jumlah pemukim Yahudi di wilayah itu semakin banyak. Selama tahun 2008, pemerintah Israel telah membangun 1257 bangunan, termasuk 748 berupa bangunan rumah yang permanent, dan 509 berbentuk caravan. Inilah politik militer rejim Zionis-Israel, yang terus memperluas daerah jajahannya.

Menanggapi maneuver angkat laut Prancis yang sudah berpatroli di Laut Mediteranian, dan menggunakan kapal Fregat, sebagai bagian komitment Presiden Sarkozy kepada Tzipi Livni, yang ingin menghentikan penyelundupan senjata ke Gaza, kelompok Front Perjuangan Palestina (PFLP), meminta agar Prancis dan anggota Nato lainnya, tidak ikut melakukan blockade ke Gaza, yang menghalangi bantuan kemanusiaan yang akan masuk ke Gaza. PFLP juga meminta agar Prancis segera menarik kapal Frigatnya keluar dari Luat Mediterinian. (m/berbagai sumber).

Pakar Hukum Israel: Hamas Kokoh dan Tak Akan Tunduk


Pakar Hukum Israel: Hamas Kokoh dan Tak Akan Tunduk
Kamis, 29 Januari 2009 13:38

Prof. Ruth Gabizon
warnaislam.com — Seorang hakim wanita Israel mengakui kekuatan dan tekad membaja Hamas dalam melawan serangan Israel atas Jalur Ghaza. Hakim mantan anggota Winograd Committee, komisi penyelidik kegagalan Israel di Libanon tahun 2006, itu juga menegaskan bahwa Hamas tak akan pernah tunduk terhadap perintah-perintah Israel.

"Isreal berinteraksi dengan sepele terhadap musuh-musuhnya. Kami menamakan mereka (musuh-musuh Israel) sebagai 'kelompok pembuat onar' atau 'kelompok teroris'. Dan itulah masalah yang bukan sebenarnya. Mereka memiliki legalitas hukum secara penuh. Harus diketahui bahwa ketika kita menghadapi (Hamas) itu sebagai musuh yang kokoh, yang tidak akan menawarkan sikap-sikap melunak secara cepat. Mereka tak akan tunduk kepada kita dengan harga seberapa pun. Itulah titik berangkat kekuatan doktrin internal mereka atas masalah mereka. Orang-orang Hamas itu sangat serius," ujar Prof. Ruth Gabizon, hakim yang pernah melakukan investigasi atas kegagalan militer Israel saat mengagresi Libanon tahun 2006 seperti diberitakan harian Israel Yediot Aharonot, Rabu (28/1).

Lebih lanjut pakar hukum Israel itu mengatakan, kesalahan yang dilakukan oleh Israel pada perang di Libanon tahun 2006 kembali diulang saat agresi ke Jalur Ghaza. Baik di Libanon atau di Ghaza, lanjut Gabizon, Israel menghentikan serangan secara memalukan. Kendati demikian, Gabizon menegaskan bahwa berhentinya serangan Israel atau Ghaza bukan berarti semuanya berakhir.

penulis :
Mochamad Ilyas

Siapakah George Mitchell?


Kamis, 29/01/2009 15:12 WIB

Di AS, nama George Mitchell identik dengan wilayah konflik. Lahir pada 20 Agustus 1933 di Waterville, Maine dari orang tua campuran Lebanon-Irlandia. Ayah Mitchell adalah keturunan Irlandia yang dibesarkan oleh keluarga asal Libanon, sedangkan ibu Mitchell adalah seorang imigran asal Libanon.

Keluarga Mitchell adalah keluarga yang sederhana. Untuk menghidupi lima anak, ayah Micthell bekerja sebagai juru kunci di Colby College dan ibunya bekerja malam hari di sebuah pabrik tekstil. Ketika masih remaja, Mitchell menjadi anak altar di gereja Katolik Maronit di Waterville, gereja yang memberikan layanan dalam bahasa Arab. Tak heran jika sampai beberapa tahun kemudian, Mitchell masih mengingat beberapa kata dalam bahasa Arab.

Sejak kecil, Mitchell sudah terbiasa mencari uang untuk membiayai sekolah hingga jenjang universitas. Ia mengambil sekolah hukum, kemudian bergabung dengan dinas militer AS dan bertugas sebagai agen konter intelejen di Berlin, Jerman.

Mitchell pernah memimpin Senat AS selama delapan tahun. Nama Mitchell mulai menjadi perhatian publik AS saat kasus Iran Kontra mencuat, ketika dalam sebuah dengar pendapat, Mitchell mengajari Letnan Kolonel Oliver L. North-anggota Korps Marinir AS yang terlibat kasus Iran Kontra-tentang patriotisme.

Selanjutnya, pada masa Presiden Bill Clinton, Mitchell ditawari jabatan untuk memimpin Mahkamah Agung. Namun Mitchell menolak dan lebih memilih pensiun. Sejak itu, Mitchell lebih banyak dilibatkan sebagai mediator dalam berbagai konflik. Ia juga pernah dilibatkan dalam penyelidikan kasus penggunaan steroid dan zat-zat berbahaya ang dilarang penggunaannya dalam olahraga, di tim-tim baseball Major League pada tahun 2006. Penemuan Mitchell membuat geger dan menghancurkan reputasi sejumlah pemain baseball terkenal pada masa itu.

Pada masa Presiden Bill Clinton Mitchell pula, Mitchell ditunjuk sebagai utusan AS untuk menyelesaikan konflik di Irlandia Utara. Mediasi yang dilakukan Mitchell membuahkan hasil berupa kesepakatan yang dikenal Good Friday. Kesepakatan itu pernah gagal setahun kemudian, tapi Mitchell mampu memulihkannya kembali. Untuk mendamaikan kelompok Katolik dan Kristen di Irlandia Utara, Mitchell hanya mengajak pimpinan kedua kelompok itu makan malam dan mengatakan pada mereka bahwa malam itu mereka akan membicarakan apa saja kecuali politik. Akhirnya Mitchell dan kedua pimpinan kelompok yang saling berseteru itu cuma membahas soal opera, kebetulan Mitchell sendiri sangat senang dengan opera. Keberhasilan Mitchell di Irlandia Utara mengantakannya menjadi nominator penerima hadiah Nobel perdamaian tahun 1998.

Setelah itu, tahun 2001 pada masa Presiden Goerge W. Bush , Mitchell ditunjuk untuk memimpin sebuah komisi internasional yang bertugas menyelidiki akar penyebab konflik Israel-Palestina. Dari hasil penyelidikan yang dipimpinnya, Mitchell merekomendasikan agar Israel menghentikan pembangunan pemukimannya dan Palestina harus bisa mencegah serangan yang dilakukan kelompok pejuangnya serta menghukum siapapun yang bertanggung jawab atas serangan yang dilakukan.

Kepiawaian Mitchell menjadi mediator, meski ia kerap melakukan tugasnya dengan cara rahasia, membuat Mitchell dikenal sebagai mediator yang memiliki reputasi baik dan bisa dipercaya oleh keduabelah pihak yang bertikai.

Sekarang, di masa pemerintahan Presiden Barack Obama, Mitchell kembali ditunjuk sebagai utusan AS untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina setelah agresi brutal yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza. Mengomentari penunjukkannya, Mitchell mengakui bahwa tingkat kesulitan memediasi konflik Israel-Palestina cukup tinggi. Namun ia menyatakan yakin, berdasarkan pengalamannya di Irlandia Utara, "perdamaian, betapapun sulitnya, pasti bisa tercapai."

"Konflik itu diciptakan, dilakukan dan dipelihara oleh manusia, dan konflik hanya bisa diakhiri oleh manusia," tukas Mitchell.

Konflik memang hanya bisa dituntaskan oleh manusia, masalahnya, apakah penyelesaiannya bisa adil? Kita tunggu saja, apakah Mitchell mampu menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan fair dan tidak hanya menguntungkan pihak Israel mengingat Presiden Obama sudah menegaskan kebijakannya untuk melindungi Israel, apapun yang terjadi. (ln/bbc/NYT

Pasca Agresi Israel, McD Buka 1000 Gerai Baru di Timur Tengah


Pasca Agresi Israel, McD Buka 1000 Gerai Baru di Timur Tengah
Eramuslim -Kamis, 29/01/2009 12:48 WIB


Sebuah kenyataan yang mencengangkan kembali terjadi di Timur Tengah. Di tengah gencarnya memboikot produk AS dan Israel, terutama setelah agresi biadab Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza, restoran cepat saji yang sudah kondang, McDonald's membuka 1000 gerai barunya di Timur Tengah.

Yang juga membuat heran adalah, McD mengalami kenaikan penjualan sebesar 10%. Keuntungan ini merupakan hasil hitung pada periode tiga bulan belakangan ini saja.

Rakyat Arab, seperti juga rakyat di negeri lainnya, saat ini memang melihat McDonald's sebagai restoran yang harganya cukup terjangkau dan banyaknya gerai yang tersebar dimana-mana.

Di setiap negara Timur Tengah, paling tidak McD sudah mempunyai 51 cabang. Sebagai gambaran, misalnya di UAE, saat ini diperkirakan ada 5,1 juta orang yang setiap hari menyantap hamburger dari McD. (sa/lib)

Wednesday, January 28, 2009

Abu Marzouk: Hamas Musim Panas Berperang Lagi


Dr.Mousa Abu Marzouk , wakil pemimpin politik Hamas, Senin, lalu, menegaskan Gerakan Hamas akan bersiap-siap untuk berperang melawan Israel di musim panas ini. Persiapan perang baru itu, dinyatakan Marzouk, sebagai isyarat yang jelas, guna menghadapi perang yang akan dilancarkan Israel. Pengalaman perang 22 hari di Gaza, pejuang Hamas telah bertempur melawan tank-tank Merkava Israel.

Dalam ceramahnya yang sangat antusias Abu Marzouk di kamp Yarmouk, Damaskus (Syria), ia menegaskan sekarang sedang dilatih 5.000 anggota Hamas untuk menghadapi perang baru melawan Israel. Di sela-sela itu, wakil Khalid Misy’al menceritakan setiap anggota pasukan tentara Israel menggunakan alat elektronik, yang dapat diketahui di mana mereka berada, dan ini langkah untuk mengetahui, ketika mereka tertangkap pejuang Hamas. Hal ini, seperti di alami seorang komandan Batalion Golani, yang tertangkap pejuang Hamas, yang kemudian dieksekusi, sebelum mereka dibebaskan oleh tim batalionnya.

Dalam kesempatan pertemuan dengan masyarakat Palestina, yang ada di kamp Yarmouk itu, menegaskan bahwa tujuan Israel melakukan agresi militer ke Gaza, gagal, dan tidak dapat mengalahkan Hamas. Menyinggun tentang Presiden Barack Obama, yang baru saja menempati Gedung Putih, pemipin Hamas itu menjelaskan kepada rakyat Palestina, bahwa Obama hanyalah akan mengulangi pendahulunya, yaitu Presiden George Bush. Tak akan ada perubahan kebijkan dari Gedung Putih, terkait dengan rakyat Palestina. Rakyat Palestina perlu bukti bukan hanya omongan atau retorika Obama.

Sementara itu, Kepala Biro Politik Hamas, Dr.Khalid Misy’al, memimpin sebuah delegasi, melakukan kunjugan ke Qatar, dan bertemu dengan pemimpin Qatar, Sheik Sultan al-Nahayan. Dalam pembicaraan itu, Misy’al ingin mendorong agar negara-negara Arab bersatu, menekan Israel membuka blockade,yang sudah berlangsung selama satu tahun lebih. Jika perbatasan tidak dibuka, hal ini dapat menimbulkan ketagangan baru di kawasan itu. (m/pic)

Rekonsiliasi Hamas-Fatah dan Para Pengkhianat


Pertemuan Kairo antara perwakilan Hamas dan Fatah, ibarat seberkas sinar-meski redup-bagi jutaan rakyat Palestina yang berharap dan berdoa agar perpecahan antara kedua faksi terbesar di Palestina itu segera berakhir.

Meski terlihat wajar dan simbolis, pertemuan itu menunjukkan bahwa persoalan yang melilit kedubelah pihak bisa diatasi jika kedua faksi itu berniat baik, khususnya rezim Fatah di Ramallah yang selama ini bersikap memalukan karena selalu tunduk dengan kemauan Israel dan AS.

Tak bisa dipungkiri, pertikaian antara Hamas dan Fatah telah menimbulkan malapetaka bagi persoalan Palestina dan menimbulkan pertumpahan darah di kalangan rakyat Palestina sendiri, sebuah luka yang akan butuh waktu lama untuk menyembuhkannya.

Meski demikian, rakyat Palestina tetap satu, mereka merasakan rasa sakit dan penderitaan yang sama dibawah penjajahan Israel. Rakyat Palestina tetap memiliki harapan yang sama akan keadilan dan kemerdekaan. Untuk itu dibutuhkan kehidupan harmonis yang kekal di Palestina dan untuk mencapai itu, rakyat Palestina harus jujur dan terbuka serta menahan diri untuk tidak menjatuhkan pihak lain. Sikap seperti ini perlu, atau Hamas maupun Fatah akan tenggelam dan eksistensi mereka memudar.

Bencana besar telah menimpa rakyat Palestina di Jalur Gaza. Agresi brutal itu merupakan kemenangan bagi Israel, kecuali jika entitas Zion-Nazi melihat pembantaian terhadap warga sipil tak berdosa dan penghancuran pemukiman penduduk serta gedung-gedung milik publik adalah tindakan heroik, maka Adolf Hitler bisa disebut sebagai pahlawan besar sepanjang masa.

Israel berusaha melumpuhkan Hamas, menghancurkan legitimasi pemerintahannya dan berupaya mengembalikan Jalur Gaza pada pimpinan otoritas Palestina Mahmud Abbas dengan menggunakan piring perak. Faktanya, Israel gagal mencapai tujuan jahatnya. Tapi kaum Zionis adalah kaum bebal dan pikiran mereka terlalu jahat untuk memahami makna kemurahan hati, karena kemurahan hari paling tidak harus mengedepankan rasa kemanusiaan dan Zionisme tidak mengenal rasa kemanusiaan.

Hamas dan kelompok pejuang Palestina lainnya menuai membuktikan ketangguhan dan menuai kemenangan yang legendaris dalam menghadapi para kriminal yang jahat, yang telah mengobarkan perang. Di sisi lain kita cuma melihat pernyataan-pernyataan yang menghinakan, desas-desus bahkan fitnah murahan dari Ramallah yang berisi tudingan bahwa Hamas dan para pejuang di Gaza bertanggung jawab atas syahidnya ribuan warga sipil dan atas kehancuran di Gaza. Seolah-olah pilot-pilot pembunuh yang menghujani rakyat sipil dan anak-anak di Gaza dengan bom serta misil yang mengandung zat fosfor putih adalah anggota Hamas, dan bukan tentara-tentara Israel yang telah melakukan kejahatan perang.

Sudah pasti, tuduhan murahan itu dilontarkan oleh dua katagori manusia, yaitu manusia-manusia bodoh yang tidak tahu fakta yang sebenarnya dan para pengkhianat jahat yang melaksanakan tugas-tugas dari Israel. Kelompok manusia pertama, bisa dimaafkan karena ketidakpahaman dan kebodohan mereka. Tapi, kelompok pengkhianat adalah orang-orang Yudas yang harus dibungkam dan dihukum. Dan jika momennya tidak kondusif untuk menindak mereka dengan cara yang layak sekarang ini, maka orang-orang seperti itu harus diisolasi dan dipermalukan.

Hamas memegang tugas khusus untuk menindak para pengkhianat itu dalam beberapa minggu atau beberapa bulan kedepan. Jika tidak, para para petualang yang ada di dalam tubuh Fatah dan otoritas pemerintahan Palestina yaitu orang-orang yang telah melakukan hubungan mesum secara terbuka dengan cara berkolaborasi dengan Shin Beth (intelejen dalam negeri Israel) dan CIA dengan tujuan memperkosa perjuangan rakyat Palestina dan membantu tujuan jahat AS, akan terus melakukan finah dan berusaha untuk menggoyang perjuangan kolektif rakyat Palestina. Orang-orang seperti itu harus disingkirkan, diisolasi, diekspos ke masyarakat, dipermalukan dan harus dipaksa membayar pengkhianatan dan pembelotan yang telah mereka lakukan.

Tapi Fatah bukanlah sebuah gerakan para pengkhianat dan rakyat Palestina tidak ingin melihat Fatah jatuh ke pangkuan orang-orang seperti Muhammed Dahlan, Nimr Hammad dan al-Tayeb Abdul Rahim, orang-orang yang mungkin sedang memimpikan kemenangan Israel di Gaza. Oleh sebab itu, akan sangat bijak dan adalah hak Hamas untuk merangkul para patriot sejati yang masih ada di tubuh Fatah dan Hamas bisa melakukannya sekarang. Apa yang terjadi di Gaza, telah membuat Hamas mendapat penghormatan dan dikagumi oleh masyarakat dunia. Inilah saatnya Hamas untuk menunjukkan fleksibilitasnya terhadap wacana pembentukan kembali pemerintahan nasional Palestina bersatu.

Jika pemerintahan nasional bersatu itu akan dibentuk kembali, pemerintahan Fayad harus dibubarkan dan dibuang ke dalam tong sampah sejarah. Pemulihan pemerintahan nasional bersatu juga harus menyingkirkan orang-orang seperti Keith Dayton dan agen-agen CIA lainnya yang telah mengajarkan pada ratusan bahkan ribuan pemuda-pemuda Palestina yang masih muda dan naif bahwa musuh mereka adalah Hamas dan bukan kaum Zionis yang telah membantai ribuan anak-anak dan warga sipil Palestina di Jalur Gaza dan telah merampas tanah air mereka.

Dalam al-Quran, Allah swt memerintahkan umat Islam untuk menahan diri dan tidak jatuh dalam konflik internal dan perpecahan. Dalam surat Anfal Allah swt berfirman,"Dan patuhlan pada Allah dan Rasulnya, dan janganlah saling bertikai, lapangkanlah hati dan singkirkan nafsu: bersabarlah dan bertekadlah. Allah bersama-sama orang-orang yang sabar dan takwa."

Dan diantara seluruh faksi yang ada di Palestina, Hamaslah yang selayaknya lebih memahami firman Allah ini. Amiin.

Khalid Amayreh ( Palestine Information Center)

Obama : Afghanistan Neraka Baru


Tampaknya Afghanistan akan menjadi ‘epicentrum’ (pusat) konflik baru yang berskala global. Wilayah yang terletak di Asia Selatan, yang berbatasan dengan Pakistan, Iran, dan Tajikistan akan menjadi pusat konflik dan peperangan yang dahsyat. Wilayah yang berada di kaki gunung Hindu Khoost ini, hari-hari berikutnya akan dipenuhi tentara AS.

Ini adalah bukti janji Obama, ketika kampanye presiden, dan akan mengejar Osama di gua-gua pengunungan perbatasan Pakistan-Afghanistan. Obama ingin memindahkan perang yang ada Iraq ke Afghanistan. Obama akan menciptakan neraka baru di kawasan yang sekarang sudah penuh dengan konflik dan perang. Presiden Amerika yang baru itu, hanya mengulangi kebijakan Presiden Bush, yang telah menciptakan perang dingin dengan dunia Islam.

“Afghanistan adalah prioritas kami yang utama”, ujar Menhan AS, Robert Gate. Dalam beberapa bulan ke depan, AS akan memindahkan pasukan yang berada di Iraq ke Afghanistan secara besar-besaran. “Tidak ada sedikitpun keraguan, bahwa Afghanistan merupakan tantangan militer AS di masa depan”, tambah Gate. Pernyataan Menhan Robert Gate ini, disampaikan ketika Gate melakukan konfirmasi di depan Senat AS, yang membidangi pertahanan, Selasa kemarin. Menhan Gate, yang merupakan satu-satunya pejabat di masa Presiden Bush, yang masuk dalam kabinet Obama.

Robert Gate yang mewakili Obama, menyatakan, langkah-langkah militer yang diambil dalam rangka memerangi al-Qaidah dan Taliban, yang menurut Presiden Obama menjadi faktor ancaman keamanan global. “Tujuan utama kami adalah menjaga Afghanistan agar tidak menjadi basis kekuatan al-Qaidah”, ujar Gate. Tapi, menghancurkan kekuatan al-Qaidah dan Taliban di Afghanistan, tidak semudah membalikkan tangan. Karena, al-Qaidah dan Taliban, sebuah kekuatan konvensional, yang menyatukan antara theori perang dengan doktrin agama. Dan, para pejuang Taliban dan al-Qaidah sudah memiliki pengalaman perang yang panjang. Termasuk berperang melawan Uni Soviet selama lebih 15 tahun, ketika Uni Soviet melakukan invasi militer ke Afghanistan. Dan, negeri beruang merah, gagal menguasai sepenuhnya Afghanistan, dan mengalami kekalahan.

Janji Obama ingin menciptakan dialog dan membangun hubungan yang konstruktif dengan negara Islam, tak terbukti. Dan, justru diawal pemerintahannya, Obama sudah menciptakan perang dingin antara dunia Islam dengan AS. Pernyataan-pernyataan yang keras terhadap Iran, Afghanistan, Syria, Lebanon, dan Palestina. Pandangan-pandangan Obama yang awalnya menolak menggunakan kekerasan, perang, dan pendekatan militer, justru sekarang berbalik, Presiden AS pertama kulit hitam, dan berayah seorang muslim asal Kenya ini, walaupun berasal dari Partai Demokrat, yang ‘credo’nya lebih mengutamakan humanisme, tapi ketika menghadapi kelompok atau negara yang menginginkan keadilan, Obama justru menggunakan pendekatan militer. Pernyataan Obama, yang akan memindahkan pasukan militer AS dari Iraq ke Afghanistan dan Pakistan, tujuannya untuk menghadapi wilayah yang menjadi garis depan dengan Taliban dan al-Qaidah.

Retorika Obama tak berbeda dengan George Walker Bush, pendahulunya, yang sudah menghabiskan ratusan milyar dolar untuk memerangi kelompok radikal dan terorisme. Isu tentang terorisme tidak serta merta hilang, ketika Presiden Obama masuk Gedung Putih, dan nampaknya isu terorisme yang menjadi agenda utama Bush, sekarang dilanjutkan oleh Obama.

Presiden Bush yang sudah menjadikan Iraq dan Afghanistan sebagai sebuah ‘neraka’ akan dilanjutkan oleh Presiden Obama.Tidak ada détente (peredaan) ketegangan yang akan diciptakan pemerintahan Obama, di masa yang akan datang. Sebaliknya, Obama akan melanjutkan apa yang sudah pernah dilakukan Presiden Bush. Dan, Obama akan memindahkan pasukan AS yang jumlahnya 142.000 personil, yang sekarang masih bercokol di Iraq ke Afghanistan.

Obama juga akan mengkonsolidasikan seluruh sekutu AS, agar mereka terlibat dalam perang melawan Taliban dan al-Qaidah di Afghanistan. Inilah gambaran pemerintahan Obama, yang menyatakan di awal pidato pelantikannya akan membangun hubungan yang lebih konstruktif dengan dunia Islam, tapi kenyataannya Obama telah menabuh gendering perang, lewat Menhan Robert Gate.

Di Timur Tengah, Obama tak berbuat apa-apa, ketika mesin perang Israel menggilas rakyat Palestina di Gaza. Tak ada komentar, apalagi kecaman terhadap Israel, ketika mesin perang rejim Zionis-Israel, menghancurkan Gaza, dan melakukan holocaust yang sangat mengerikan. Penunjukkan seorang tokoh, yaitu George Mitchell, yang ernah sukses menjadi perunding di Irlandia oleh Obama, yang menjadi utusan khusus Timur Tengah, tak dapat banyak diharapkan. Karena, paradigm Obama tak pernah berobah, dan hanya menggunakan standar Israel.

Obama, seperti pendahulunya, tak lebih dari sekedar ‘traitor’ (boneka) Israel, dan akan memerankan sebagai aktor, yang melaksanakan scenario, yang sudah ditetapkan sang ‘sutradara’ di Tel Aviv. Tampak sangat jelas kebijakan Obama, yang mebangun poros Washington, Tel Aviv, Cairo, dan Ramallah, yang menjadi poros penentuan kebijakannya. Artinya, tak bakal ada kemajuan apapun di Timur Tengah, termasuk konflik di Palestina, di masa yang akan datang. Dan, sampai hari ini, Washington menolak melakukan dialog langsung dengan Hamas, dan tetap menilai Hamas sebagai kelompok ‘teroris’.

Kini, Obama sekadar hanya memindahkan konflik dari Iraq ke Afghanistan. Dan, Presiden baru Amerika ini ingin menciptakan neraka baru di Afghanistan. Sama seperti Uni Soviet, yang menciptakan ‘neraka’ di Afghanistan, lewat invasi militer yang mereka lakukan.

Selanjutnya, justru langkah-langkah yang dilakukan AS dan Israel ingin memecah belah kekuatan dunia Islam, dan menciptakan pengelompokkan, serta tuduhan-tuduhan terhadap kelompok dan negara yang tidak memiliki kesamaan pandangan dituduh ancaman bagi AS. “Tujuan utama kami menjaga Afghanistan dari kemungkinan Afghanistan menjadi basis gerakan teroris dan ektrimis, yang dapat menyerang sekutu-sekutu kami”, ujar Gate.

Perang dingin antarar dunia Islam dengan AS di mulai, dan pernyataan Obama ingin membangun kerjasama yang konstruktif dengan dunia Islam, hanyalah retorika belaka. (m).

Menlu Obama: Roket Hamas Wajib Dibalas


Menlu Obama: Roket Hamas Wajib Dibalas
Rabu, 28 Januari 2009 15:15

Menlu Hillary Clinton
warnaislam.com — Setelah Barack Obama menegaskan akan menjamin keamanan Israel, kini anak buahnya, Hillary Clinton, Menlu AS baru yang berkomentar bahwa Israel punya hak penuh untuk mempertahankan diri.

"Peluncuran roket-roket dari Ghaza terhadap Israel haruslah mendapatkan balasan militer yang mematikan dan membuat kapok," ujar Clinton saat memberikan pernyataan perdananya terkait konflik Palestina-Israel.



Dalam jumpa pers yang digelar pada Selasa (27/1) malam di Washington itu Menlu wanita itu menambahkan, "Sangat disayangkan bahwa pemimpin Hamas terkait kepentingan mereka mengancam kebijakan Israel untuk mempertahankan diri. Hamas harus berpikir untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi penduduk Jalur Ghaza."



Untuk diketahui, Perdana Menteri Israel yang sudah mengundurkan diri, Ehud Olmert, sebelumnya menyambut baik penunjukan Hillary Clinton sebagai Menlu AS. "Senator Clinton adalah sahabat Israel dan bangsa Yahudi," kata Olmert dalam siaran persnya.



Pada kampanyenya melawan Obama saat memperebutkan calon presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton secara tegas mengatakan sikapnya untuk membela Israel, terlebih lagi adanya ancaman nuklir Iran yang ketika itu Hillary Clinton mengusulkan pembentukan payung balasan di sekitar Israel dan negara-negara lainnya di kawasan itu untuk perlindungan dari ancaman-ancaman militer apapun yang mungkin terjadi.(mafkarah-alislaam)



penulis :
Mochamad Ilyas

Pembangunan RS Bantuan Indonesia di Gaza, Dapat Lampu Hijau

Rencana pembangunan rumah sakit publik yang merupakan bentuk partisipasi dan simpati dari pemerintah dan masyarakat Indonesia di wilayah konflik Gaza sepertinya memperlihatkan titik terang.

"Rumah sakit yang direncanakan, sebagai hasil kunjungan Depkes yang pertama itu satu sumbangan dari masyarakat Indonesia kepada masyarakat Palestina bisa segera dioperasionalkan menyusul ada beberapa rumah sakit yang dihancurkan oleh Israel," kata Ketua Bidang Kesehatan dan Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Dr Natsir Nugroho, di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (28/1).

Seperti diketahui, serangan yang dilancarkan oleh zionis Israel telah menghancurkan infrastruktur, termasuk rumah sakit, saat ini masih ada beberapa rumah sakit yang beroperasi dengan peralatan dan tenaga kesehatan yang terbatas dan mengandalkan bantuan dari para donatur.

Dengan berkoordinasi dengan Departemen Kesehatan, menurutnya, Muhammadiyah akan menyiapkan konsultan perumahsakitan untuk menyusun rencana pembangunan rumah sakit yang akan dikelola oleh pemerintahan di Palestina.

"Saya sudah mendapat satu informasi katanya ada lampu hijau dari pemerintahan di Gaza, kita tinggal menggabungkan dan kebetulan kami di Muhammadiyah kami punya kosultan perumahsakitan," jelas Natsir.

Bahkan, lanjutnya, berdasarkan informasi terakhir seluas dua hektar tanah yang dialokasikan oleh pemerintah Palestina untuk dibangun rumah sakit.

"Kita tinggal menunggu berita tindak lanjutnya dari Ibu Menkes mengenai rencana Indonesia yang akan membuat rumah sakit di jalur Gaza," imbuhnya. (novel)

Sayap Sosial Hamas Terima Rp 425 Juta dari Masyarakat Indonesia


Tim relawan Indonesia menyerahkan bantuan langsung senilai Rp 425 juta untuk korban perang di Palestina. Bantuan itu diserahkan kepada Latjnah Al Iqhotsa Wa Thawari, sayap sosial Hamas yang membawahi sejumlah lembaga sosial yang ada di Gaza.

Bantuan dalam bentuk tunai itu diserahkan Tim Kemanusiaan Dompet Dhuafa (DD), Rabu (28/1/2008) sekitar pukul 05.00 pagi, atau sekitar pukul 10.00 WIB. Ketua Tim Kemanusiaan DD Naryo Adhiat menyatakan, bantuan itu diterima langsung Ketua Latjnah Al Iqhotsa Wa Thawari, Fuad An Nahal.

“Alhamdulillah, bantuan tahap pertama dari masyarakat Indonesia, sudah bisa disampaikan secara langsung. Penyerahan kita lakukan di kantor mereka di pusat kota Gaza City. Mereka menyampaikan terima kasih atas bantuan tersebut, dan menitip salam
kepada masyarakat Indonesia serta mohon doa,” ujar Naryo melalui telepon, Rabu pagi dari Gaza City.

Menurut Naryo, sebelum pemberian bantuan itu, Hamas mengundang tim kemanusiaan DD yang berjumlah dua orang, bermalam di salah satu base camp para pejuang Hamas. Dari tempat itu, terdengar beberapa kali ledakan bom yang bersumber dari pesawat-pesawat tempur Israel.

“Hamas berjanji akan membantu menjaga relawan-relawan dari Indonesia selama berada di Gaza City,” ujar Naryo.

Disebutkan Naryo, setelah penyerahan bantuan dalam bentuk tunai ini, pihaknya akan memberikan bantuan susulan senila Rp 2 miliar. Sejauh ini masih belum ditentukan,apakah bantuan tersebut akan diberikan secara tunai juga, atau dalam bentuk logistik. Beberapa alternatif bantuan antara lain kursi roda dan peralatan medis, serta dukungan pembangunan fasilitas sosial warga Gaza yang rusak dihantam bom dari Israel.

Serangan Baru Israel ke Rafah, Warga Panik


Eramuslim 28/1/09 Pesawat-pesawat tempur Israel membombardir perbatasan Rafah dengan alasan menghancurkan terowongan-terowongan bawah tanah yang digunakan untuk menyelundukup senjata dari Mesir ke para pejuang Palestina. Israel melakukan serangan itu beberapa jam sebelum utusan AS untuk konflik Timur Tengah, George Mitchell tiba di Israel.

Militer Israel mengklaim serangan terhadap "terowongan-terowongan Hamas" sebagai respon atas serangan terhadap tentaranya di perbatasan Gaza hari Selasa kemarin, yang menewaskan satu orang tentara Israel dan melukai tiga orang lainnya. Setelah peristiwa itu, Israel langsung melakukan serangan udara ke Gaza dan menewaskan seorang warga Palestina yang sedang mengendarai sepeda motor. Israel mengklaim orang tersebut sebagai pelaku ledakan bom yang ditanam di pinggir jalan.

Dalam pernyataannya, militer Israel menuding Hamas bertanggung jawab untuk memelihara perdamaian di kawasan selatan Israel dan Israel akan merespon dengan keras setiap upaya yang menggangu keamanan wilayahnya.

Serangan udara Israel di perbatasan Rafah membuat warga setempat panik dan mencari tempat yang aman. Tidak ada kabar adanya korban dalam serangan yang dilancarkan Israel hari Rabu pagi itu.

Rencana Perdamaian AS Tak Jelas

Sementara itu, utusan Obama untuk konflik Israel-Palestina George Mitchell hari Rabu ini akan tiba di Israel dan bertemu dengan para petinggi pemerintahan rezim Zionis itu. Setelah dari Israel, Mitchell akan menuju Tepi Barat untuk bertemu dengan pimpinan otoritas pemerintahan Palestina. Tidak disebut-sebut jadwal bertemu dengan Hamas dalam kunjungan Mitchell, padahal pihak yang berkonflik adalah Israel yang ingin memberangus Hamas.

Sebelumnya, Mitchell mengunjungi Mesir dan bertemu dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Javier Solana, Menlu Mesir Ahmed Abul Gheit dan Kepala Intelejen Mesir Omar Suleiman.

Menurut juru bicara untuk Departemen Luar Negeri AS, Robert Wood, kunjungan Mitchell ke Timur Tengah untuk mendengar pendapat dari sekutu-sekutu AS tentang cara terbaik untuk melanjutkan upaya, bukan hanya untuk menjaga stabilitas di Gaza tapi juga dalam jangka panjang mewujudkan solusi dua negara.

Di sisi lain, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan akan bersikap lebih tegas terhadap Israel menyusul agresi Israel ke Gaza. Dari kantornya di Ramallah, Abbas mengatakan akan menyampaikan pada Mitchell bahwa Israel tidak berniat untuk berdamai.

"Israel tidak menginginkan perdamaian. Kita perlu menyampaikan hal ini pada mereka yang datang dari AS dan Eropa. Israel hanya ingin mengulur waktu untuk memperkuat posisinya dengan pembangunan dinding pemisah dan pemukiman-pemukimannya," tukas Abbas.

Selain ke Mesir dan Israel, Mitchell juga akan melakukan pembicaraan dengan pimpinan negara Yordania, Arab Saudi, Inggris dan Prancis.

Rencana perdamaian yang digagas AS dengan mengirim utusannya memang mengecewakan. Karena AS masih berpihak pada Israel dan hanya mendengarkan pendapat dari negara-negara yang menjadi sekutunya dan sekutu Israel. (ln/aby)

Tuesday, January 27, 2009

Menteri Israel Ancam Akan Bunuh Ismail Haniyah


Eramuslim 28/1/09 Menteri Transportasi Israel Shaul Mofaz mengancam akan membunuh Perdana Menteri dari Hamas, Ismail Haniya jika Hamas tidak juga membebaskan prajurit Israel Gilad Shalit yang sejak agresi brutal Israel ke Gaza belum jelas nasibnya.

Shalit tertangkap dan ditawan oleh pejuang Palestina dalam sebuah operasi di perbatasan Gaza tahun 2006.

"Sepanjang Gilad Shalit belum melihat sinar matahari, Anda (Haniyah) juga tidak akan melihat sinar mentari. Sepanjang Shalit belum dibebaskan, Anda dan rekan-rekan Anda tidak akan bisa bebas," ancam Mofaz.

"Kami tidak segan-segan menyingkirkan Anda seperti kami menyingkirkan Yassin dan Rantissi," sambung Mofaz yang sebelumnya sudah mendesak pemerintahan Israel agar melanjutkan kebijakan "pembunuhan" terhadap target-target utama mereka di kalangan pemimpin Hamas.

Syaikh Ahmad Yassin dan Abdul Aziz Rantissi adalah dua pemimpin Hamas yang syahid akibat serangan Israel yang dilakukan masing-masing pada bulan Maret dan April 2004.

Seorang pejabat Israel mengungkapkan publik dan pemerintah Israel sudah berkonsensus untuk membebaskan Shalit meski harus melakukan kebijakan yang sangat buruk ke Palestina sebagai konsekuensinya.

Israel menolak tawaran Hamas yang meminta agar Israel membebaskan para tahanan Palestina di penjara-penjara Israel sebagi kompensasi pembebasan Shalit.

Sejauh ini, nasib Shalit belum jelas apakah masih hidup atau sudah tewas. Saat agresi brutal Israel ke Gaza kemarin, Hamas melaporkan bahwa Shalit terluka akibat bom yang dijatuhkan pesawat tempur Israel ke gedung tempat Shalit ditawan.

Belakangan, Shalit dikabarkan tewas juga akibat serangan bom Israel. Hamas sudah menyatakan mereka tidak bertanggung jawab lagi atas nasib Shalit dan menyuruh Israel untuk mencari sendiri keberadaan Shalit. (ln/prtv)

UNRWA; Pemulihan Gaza Butuh Dana 350 Juta Dollar


Wakil Komisaris Umum UNRWA, Filippo Grandi menyatakan bahwa UNRWA telah menyiapkan rencana untuk usaha pemulihan kondisi Gaza dalam waktu sembilan bulan, dan diperkirakan akan memakan biaya sebesar 350 juta dollar. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers seusai acara seremonial pembukaan Konferensi Dewan Pengawas Palestina ke 18 di Kairo (25/1). Ia menyatakan bahwa UNRWA telah mendapatkan sepertiga dana yang diperlukan. Saat ini UNRWA memerlukan banyak dana untuk pemulihan kondisi kota-kota lainnya selain Gaza.

Grandi menyatakan bahwa saat ini ada tiga hal yang perlu diprioritaskan. Pertama, mewujudkan kesatuan Palestina, kedua, mewujudkan pemerintahan yang Palestina yang sah, dan terakhir memberikan bantuan finansial ke Gaza. Dalam hal ini UNRWA mempunyai beberapa langkah yang akan dilakukan. Langkah-langkah tersebut adalah: memberikan keamanan, dan membukan pintu-pintu masuk yang ada fi Gaza, dan memberikan bantuan finansial. Hanya saja saat ini UNRWA belum bisa memberi bantuan berupa uang karena jatuhnya nilai nominal mata uang di Gaza akibat perang.

Menteri Luar Neger Mesir, Ahmad Abul Ghaith juga menegaskan bahwa konferensi berikutnya yang akan dilaksanakan bulan Februari nanti tidak hanya membahas usaha pemulihan Gaza, namun sekaligus untuk menyepakati mekanisme operasional dalam membangun Gaza kembali.

Di hari yang sama, Tim Saudi Arabia juga menandatangani kesepakatan kerjasama dengan perwakilan UNRWA di Riyadh. Dr. Sa'id Al-Arabi Al-Haritsi, penasehat menteriluar negeri sekaligus ketua Tim Kemanusiaan Saudi Arabia, menyatakan bahwa bentuk kerjasama yang diberikan adalah dengan menyumbangkan dana untuk UNRWA sebesar 24.375.000 riyal saudi arabia atau senilai dengan 65 juta dollar AS.

Al-Haritsi menyatakan bahwa bantuan ini terbagi dua. Pertama, bantuan finansial yang nilainya lebih dari 200 juta riyal atau 59 juga dollar dan yang kedua, bantuan bahan pokok sebanyak 70 truk yang membawa 770 Ton bantuan. Ia juga menyatakan bahwa selama perang, pihak kerajaan Saudi Arabia telah memberikan bantuan makanan untuk 270 ribu keluarga setiap hari bersama dengan WFP (World Food Programme) milik PBB. (SN/MKH)

BSMI, KISPA, BAZNAS, Dan MER-C Telah Masuk Gaza


RAFAH - Tim Kemanusiaan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), KISPA, BAZNAS, dan MER-C, Selasa sore pukul 15.30 waktu setempat (20.30 WIB), berhasil memasuki Jalur Gaza setelah memperoleh izin masuk Pihak Keamanan Mesir di penyeberangan Rafah. Ketika, berada di Gaza, Sekjen KISPA, Ferry Nur, menyampaikan terima kasih kepada seluruh umat Islam Indonesia, yang telah memberikan dukungan kepada rakyat Palestina di Gaza. Ferry berjanji akan menyerahkan amanah berupa bantuan yang telah diterimanya kepada fihak pemerintah Palestina di Gaza.

Rombongan yang terdiri 15 relawan kemanusiaan Indonesia ini diketuai dr. Basuki Supartono. Rombongan membawa dua unit ambulan yang rencananya akan diwaqafkan ke Jalur Gaza, disamping bantuan kemanusiaan lainnya.

Kemudahan proses administrasi melewati penyeberangan Rafah yang sulit ditembus itu, tak terlepas dari adanya kerja sama Tim Relawan BSMI dengan pihak Kedutaan Besar RI di Kairo dan Asosiasi Kedokteran Arab di Mesir.

Selain bantuan dari BSM Indonesia, bantuan juga datang dari Bulan Sabit Merah (BSM) Kuwait yang diizinkan memasuki Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah sekira pukul 17.30 waktu setempat (22.30

Kronologis dan Fakta di Balik Agresi Israel di Jalur Gaza


Selasa, 27/01/2009 12:02 WIB Cetak | Kirim

Agresi Israel terhadap Jalur Gaza yang dimulai 27 Desember 2008 dan berakhir setelah hampir satu bulan ternyata merupakan sebuah akumulasi rencana Israel terhadap rakyat Palestina. Berbagai perkembangan yang terjadi di Palestina, khususnya di Gaza membuat Israel melakukan manuver-manuver yang tak mereka duga. Inilah perjalanan agresi Israel di Jalur Gaza dengan beberapa fakta di baliknya.

1.) Tahun 2005, Isarel memerintahkan semua orang Yahudi yang masih ada di Jalur Gaza untuk pindah dan mengonsentrasikan diri ke Tepi Barat. Salah satu dari penarikan besar-besaran ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kekuatan Hamas.

2.) Tahun 2006, Hamas memenangi pemilu dengan telak, sesuatu yang tak diduga-duga oleh Israel dan pihak manapun. Mereka tadinya sudah menginstalasi Fatah sebagai institusi resmi Palestina, namun betapa shocked dan ngerinya Israel ketika realitas yang ada ternyata menunjukan rakyat memilih Palestina.

3.) Sekitar 70% Hamas adalah anggota Ikhwan. Ini seperti dikatakan oleh salah seorang anggota Hamas yang tak ingin identitasnya diketahui banyak orang. Imam Hasan Al-Bana mempunyai ikatan sejarah yang kuat dengan Hamas dan Palestina. Ikhwan mempunyai kewajiban untuk terlibat langsung dalam perlawanan rakyat Palestina terhadap penjajahan Israel. Usai kemenangan Hamas dalam pemilu 2006 itu, Israel mulai menyadari jika inti perlawanan Palestina adalah Hamas.

4.) Tiga bulan setelah kemenangan Hamas, Israel mengajak semua negara Barat dan juga AS untuk memboikot hasil pemilu itu. Salah satu bentuk kongkret boikot Israel adalah dengan cara menutup Gaza dari dunia luar. Mengapa Jalur Gaza dan tidak daerah Palestina lainnya? Bisa dikatakan daerah lainnya sudah berada dalam kekuasaan Israel melalui otoritas Fatah. Kedua, Gaza menjadi semacam base-camp Hamas dan rakyat Palestina yang tak akan pernah mundur dari penjajahan Israel. Pada periode ini, Gaza hanya ditutup dari akses dunia luar saja. Isolasi pada tiga bulan pertama ini dimaksudkan agar rakyat Palestina menyalahkan Hamas—dengan Hamas memenangi pemilu, maka dunia menutup Gaza.

5.) Setelah tiga bulan pertama tersebut, kenyataannya, warga Gaza khususnya, dan rakyat Palestina umumnya, semakin komit dan percaya terhadap Hamas. Mereka semakin yakin bahwa bersama Hamas, Palestina akan mempertahankan tanahnya dan merebut apa yang telah dirampas oleh Yahudi.

6.) Israel makin pening menghadapi bukti seperti itu. Mereka kemudian mencabut listrik dan air di Jalur Gaza untuk tiga bulan berikutnya. Israel berharap dengan melakukan tindakan seperti ini, warga Gaza akan mulai menunjukan kebencian terhadap Hamas. Seperti yang diketahui oleh dunia, Gaza tetap bisa survive dan seperti asyik menyiapkan banyak hal di tengah kepungan Israel itu.

7.) Tiga bulan berikutnya (berarti sudah hampir 1 tahun sejak pemilu 2006), Israel benar-benar menutup semua kebutuhan hidup untuk Gaza. Mulai dari obat-obatan, listrik, air, sampai juga tidak ada jalur keluar dan masuk bagi rakyat Gaza untuk keluar dari daerahnya.

8.) Menjelang akhir 2008, bertepatan dengan akan segera lengsernya George Bush dan dilantiknya Barack Hussein Obama di AS, Israel menggempur Gaza. Mereka menargetkan penyerangan ini hanya untuk beberapa hari, namun kenyataannya setelah hampir satu bulan, mereka tidak berhasil menaklukan Gaza. Walaupun Gaza lebur dan lebih dari 1000 orang tewas, tidak ada satupun misi Israel yang tercapai. Sekitar hari ke-10 masa agresi, banyak tentara Israel yang stress dan minta dipulangkan, karena takut menghadapai perlawanan Hamas dan rakyat Palestina secara langsung.

9.) Selama agresi berlangsung, kurang lebih sebulan, sekitar 500 anak Palestina tewas. Namun pada saat yang sama, banyak terjadi kelahiran di Gaza, dan yang menghebohkan adalah kelahiran itu hampir rata-rata kembar, paling sedikit 2 bayi. Sekarang diperkirakan ada 5000 bayi baru di Gaza yang lahir selama agresi Israel berlangsung.

10.) Di seantreo dunia, dukungan paling besar yang datang untuk Palestina berasal dari Indonesia. Lebih dari Rp. 50 milyar disumbangkan oleh Indonesia hanya dalam kurun waktu kurang 1 bulan saja, baik dari pribadi yang dikumpulkan secara kolektif ataupun institusi, dan ini melebihi sumbangan rakyat manapun di semua negara yang konsern terhadap Palestina. Rakyat Palestina terharu dan tak akan pernah melupakan rakyat Indonesia. Jika kebetulan kita berbincang dengan rakyat Palestina, baik melaui on-line ataupun secara langsung, niscaya kita akan merasakan langsung pengakuan dan penghormatan dari mereka akan hal ini.

11.) Gaza hanya dijadikan sebagai sasaran antara saja. Tujuan Israel tetap walau bagaimanapun adalah menguasai Masjidil Aqsa. Gaza hanya dijadikan sebagai pengalih perhatian umat muslim agar lupa pada Masjidil Aqsa.

(sa/berbagai sumber)

Sunday, January 25, 2009

Obama: Sikap Amerika Adalah Melindungi Israel

Obama: Sikap Amerika Adalah Melindungi Israel
Sabtu, 24 Januari 2009 04:47

Barack Obama
warnaislam.com — Obama sudah menunjukkan kepada dunia siapa dia sebenarnya dan bagaimana sikapnya terhadap teroris internasional, Israel. Dalam sebuah pidato pasca pelantikannya kemarin, Obama dengan tegas mengatakan bahwa Amerika akan selalu melindungi dan berpihak kepada Israel.

Hal ini sudah cukup menggambarkan bagaimana sikap Obama kedepan terhadap permasalahan Palestina. "Kami tidak ingin Hamas terus menerus melepaskan roketnya ke Israel, karena ini merupakan kajahatan terorisme." Obama mejelaskan bahwa Hamas adalah teroris karena telah melakukan penyerangan terus menerus terhadap Israel, dan hal ini tidak bisa dibiarkan. Sehingga Amerika harus melindungi Israel.

Di lain pihak, sikap Obama atas jutaan warga Gaza yang telah menderita akibat gempuran Israel sejauh ini hanyalah ungkapan simpati. "Saya bersimpati atas apa yang terjadi di Gaza, atas krisis air bersih dan makanan serta rusaknya sejumlah bangunan".

Dikala seluruh negara mengutuk Israel atas aksi kejinya dan justru menuduh Israel sebagai penjahat perang dengan segala senjata terlarangnya, Obama seolah ingin memutar balik opini tersebut dengan mengatakan bahwa Hamaslah yang teroris dan dengan itu Amerika akan selalu melindungi Israel.

Dengan demikian sejumlah pengamat yakin bahwa memang kebijakan luar negeri Amerika terkait masalah Palestina dan konflik Timur Tengah, tidak akan berbeda dengan pendahulunya, Bush.

penulis :
Mirzah Abdulaziz

Gaza “Hirosima Abad 21

Pengamat Militer : Gaza “Hirosima Abad 21”
Kamis, 22 Januari 2009 10:20

Fosfor Putih Pemusnah Masal
warnaislam.com — Kehancuran dan kerusakan rumah, gedung perkantoran, sekolah, masjid, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya, termasuk juga mayat-mayat para penduduk sipil yang menjadi korban kebiadaban para penjarah bumi Palestina menjadi pemandangan yang sangat mengerikan di Gaza.

Tentara teroris Israel dalam agresinya ke Jalur Gaza telah menggunakan senjata terlarang secara hukum internasional. Kejahatan ini tidak banyak berbeda dengan yang pernah dilakukan Amerika Serikat terhadap kota Hirosima pada tahun 1945.

Walaupun jumlah korban tewas dan luka tidak sebanding yang terjadi di Gaza dan Hirosima, di Gaza tercatat korban meninggal lebih dari 1300 orang dan di Hirosima ratusan ribu yang tewas. Namun ada banyak kemiripan diantara keduanya, demikian analisa para pengamat militer. Mereka juga menilai bahwa Gaza sebagai Hirosima abad 21.

Pengamat militer dan strategi Mesir Abdel Monem Kathu mengungkapkan bahwa kedua peperangan tersebut sudah banyak dipenuhi pelanggaran secara aturan kemanusiaan dan aturan peperangan. Kalau AS telah memperlihatkan perang terhadap Hirosima sedangkan Israel telah memperlhatkan kebiadabannya dalam agresinya ke Jalur Gaza.

Abdel Monem Kathu juga mengisyaratkan bahwa AS telah menggunakan senjata nuklir untuk memusnahkan Hirosima untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia. Sedangkan Israel dalam memusnahkan penduduk Gaza menggunakan fosfor putih yang mengandung uranium. Sebagaimana laporan para dokter Mesir, bahwa Israel telah menggunakan senjata terlarang yaitu berupa bom-bom yang sangat mematikan.

Kathu menambahkan bahwa kemiripan yang dilakukan oleh AS dan Israel adalah menjadikan penduduk sipil sebagai sasaran. Ini jelas sekali saat Israel menyerbu Gaza dengan luas 360 km2 yang termasuk padat penduduk sekitar 1,6 juta jiwa. Menurutnya AS telah menghancurkan sekitar 90 % Hirosima sedangkan Israel telah menghancurkan 70 % wilayah Jalur Gaza.

Unsur kemiripan lainnya dalam perang tersebut adalah ketidakseimbangan antara kekuatan Mujahidin Palestina dan Tentara teroris Israel, dimana para Mujahidin hanya mengandalkan senjata seadanya sedangkan Israel menggunakan senjata penghancur massal yang canggih dan sangat mutakhir.



penulis :
H. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA.

Wednesday, January 21, 2009

Ismail Haniyah Aktifkan Kembali Pemerintahannya di Jalur Gaza


Pemerintahan Resmi Palestina yang dipimpin Ismail Haniyah di Jalur Gaza, menyatakan akan kembali melanjutkan tugasnya dan mengaktifkan departemen pemerintahan serta institusi sipil di Jalur Gaza mulai Rabu pagi ini (21/1). Jubir Pemerintah juga telah menyerukan kepada para pegawai dan masyarakat lainnya, dengan segala keterbatasan yang ada untuk kembali melanjutkan aktivitas di tempat kerja mereka. Langkah ini diambil demi keberlangsungan hidup warga Jalur Gaza, agar pemerintah bisa segera bertindak cepat untuk melakukan segala bentuk perbaikan di wilayahnya.

Seruan tersebut disambut baik oleh warga Gaza. Pihak kampus dan sekolah-sekolah yang berada di kota itu telah menyatakan kesiapannya untuk kembali melanjutkan aktivitas mengajar. Baik para pengajar dan anak didik, hari ini mereka semua sudah siap memulai hidup baru dengan aktivitas rutin seperti biasa.

Jumlah Syuhada Terus Bertambah

Selasa kemarin diberitakan, dua orang anak kecil di Timur Gaza syahid terkena ledakan sisa granat dari agresi Israel ke wilayah itu. Sedangkan syuhada lainnya, adalah seorang petani yang ditembak tentara Israel yang berada di Utara Jalur Gaza.

Dengan demikian, berdasarkan laporan pihak kedokteran Palestina, jumlah warga Gaza yang syahid hingga hari ini sebanyak 1317 orang, sebagian besar mereka adalah anak-anak dan perempuan. Adapun jumlah korban luka sebanyak 5340 orang, dengan data statistik 35% (1855 orang) diantaranya adalah anak-anak dan 15% (795 orang) perempuan. Pihak kedokteran juga menghimbau para warga, demi menghindari bertambahnya korban, agar menjauhi tempat-tempat yang diperkirakan ditanam bom ranjau oleh Israel sebelum mereka menarik diri dari Jalur Gaza.

Hingga saat ini tentara Isarel dikabarkan secara bertahap masih menarik pasukannnya dari Jalur Gaza, dan Selasa kemarin gelombang penarikan senjata berat dan pasukan darat dikabarkan berlangsung secara besar-besaran. Hari ini merupakan hari ke-4 penarikan keluar militer Israel, bersamaan dengan mulai diberlakukannya gencatan senjata yang diserukan Israel pada hari Sabtu lalu (16/1).

Dengan adanya gencatan senjata dan penarikan militer itu, penduduk Gaza kembali ke rumah-rumah mereka yang telah hancur di bom oleh Israel. Bersama para relawan kemanusiaan, mereka kemudian mencari korban-korban yang masih terbenam di balik puing-puing reruntuhan bangunan. Dalam hal ini Direktur urusan Ambulan Darurat, Muawiya Hassanein mengatakan, puluhan syuhada yang tewas dibalik reruntuhan kebanyakan mereka adalah para perempuan, anak-anak dan pria dewasa. Data PBB kemudian menyebutkan, sebanyak 50 puluh ribu warga Gaza kini hidup tanpa memiliki tempat tinggal.(SINAI/ALJ)

Tuesday, January 20, 2009

Dibawah Obama, Palestina Tetap Menjadi Kambing Hitam



Rabu, 21/01/2009 10:34 WIB Cetak | Kirim | RSS

Masyarakat dunia seolah tersihir menyaksikan pelantikan presiden terpilih AS Barack Obama yang berlangsung di Gedung Capitol kemarin.

Dalam sekejap, masyarakat dunia seolah lupa dengan penderitaan yang menimpa rakyat Palestina di Jalur Gaza akibat kebiadaban Zionis Israel, sebuah pemerintahan yang oleh Obama disebut sebagai "sahabat" nya.

Yang menyedihkan lagi, Obama sama sekali tidak menyinggung bencana kemanusiaan yang terjadi di Gaza, apalagi mengecam sahabatnya, Israel. Bagi warga Gaza, Obama bukanlah siapa-siapa. Tak ada yang bisa diharapkan dari sosok presiden seperti Obama.

Khalil al-Attar, seorang pegawai negeri di Gaza mengatakan seperti presiden AS lainnya, Obama tidak akan mengubah kebijakan pro-Israel yang secara historis melekat pada negara AS. Biarbagaimanapun, kata Attar, Obama akan bertindak sejalan dengan kepentingan kelompok yang telah memilihnya, kelompok lobi Yahudi AS.

"Kepentingan-kepentingan itu sesuai dengan kepentingan rakyat Israel ... sedangkan rakyat Palestina, mereka akan selalu menjadi kambing hitam," ujar Attar.

Dukungan penuh Obama pada Israel, sudah ditunjukkannya selama masa kampanye presiden kemarin. Di hadapan AIPAC (American Israel Public Affairs Council), lobi Yahudi yang sangat berpengaruh di AS, Obama menyatakan bahwa Yerusalem akan tetap menjadi ibukota Israel "yang tidak bisa terbagi". Padahal dunia internasional pun tahu bahwa Yerusalem adalah kota Palestina yang dirampas Israel.

Janji Obama untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina, hanya berpijak pada kepentingan Israel saja sementara kepentingan rakyat Palestina diabaikan.

Samih Zouhdi, pegawai bank di Gaza menyatakan tidak percaya Obama akan merealisasikan janji-janjinya. "Politik hanya memahami bahasa kepentingan dan kami (Palestina) tidak mewakili kepentingan AS," ujar Zouhdi.

Leila Khalil, seorang janda yang suaminya menjadi korban keganasan Israel di Jalur Gaza juga mengungkapkan ketidakpeduliannya pada Obama. "Pemimpin Amerika tidak akan bisa mengembalikan milik saya yang hilang, Obama tidak akan mengembalikan suami saya," tukasnya.

"Suami saya menjadi martir. Meninggalkan saya dan enam anak-anak yang harus saya nafkahi. Obama tidak akan mengembalikan rumah kami yang hancur oleh serangan Israel," sambungnya.

Zouhdi membenarkan ucapan Khalil. "Tak seorang pun presiden AS yang akan memberikan kompensasi atas kehilangan yang kami alami, tak akan menghidupkan kembali para martir, tak akan menyembuhkan mereka yang diamputasi atau membangun rumah-rumah kami kembali," tandas Zouhdi.

Leila Khalil menambahkan,"Kami bahkan sudah tidak bisa mengandalkan pimpinan negara-negara Arab, lantas apa yang kami harapkan dari presiden Amerika yang selalu mendukung Israel? Tak seorang pun peduli pada kami."

Pernyataan warga Gaza bisa dimaklumi. Sulit mempercayai perkataan Obama dalam pidatonya yang mengatakan akan membuka jalan baru bagi hubungan dengan dunia Islam berdasarkan saling menghormati dan saling menguntungkan, karena melihat kebiadaban Israel di Gaza saja, Obama tidak berani berkata apa-apa dan berlagak pilon. (ln/iol)

Pimpinan Shin Bet Akui Militer Israel Gagal Hancurkan Persenjataan Hamas


Eramuslim 19/1-09
Para pejabat pemerintah Israel sah-sah saja mengklaim sudah memenangkan peperangan melawan Hamas di Gaza. Tapi kepala intelejen dalam negeri Israel (Shin Bet), Yuval Diskin mengatakan, pasukan Israel tidak berhasil membumihanguskan seluruh terowongan-terowongan yang dibangun Hamas.

Begitu juga dengan Partai Likud, partai oposisi pemerintah Israe, juga menilai Israel tidak berhasil mencapai tujuan perangnya ke Jalur Gaza.

Usai rapat kabinet hari Minggu kemarin, Diskin mengakui bahwa Tel Aviv gagal mencapai tujuan perangnya ke Jalur Gaza dan gagal melucuti persenjataan Hamas. Karena terowongan-terowongan yang dibangun Hamas, yang diklaim Israel sudah berhasil dihancurkan, masih ada. Diskin juga menyatakan, Hamas akan mampu memulihkan persenjataannya dalam jangka waktu singkat.

Israel menuding Hamas menggunakan terowongan untuk menyelundupkan senjata dari Mesir. Padahal terowongan-terowongan itu dibangun agar warga Gaza bisa mendapatkan makanan dan kebutuhan hidup lainnya yang sulit mereka dapatkan setelah Israel menutup semua perbatasan dan memblokade wilayah Gaza selama lebih dari satu tahun.

Meski Israel sudah menyatakan gencatan senjata, situasi keamanan di Jalur Gaza masih rawan karena Israel masih menempatkan banyak pasukannya di wilayah itu dan mengancam akan melanjutkan operasi militernya jika pejuang Palestina menembakkan roketnya.

Di sisi lain, faksi pejuang Palestina di Jalur Gaza memberikan ultimatum pada Israel untuk menarik seluruh pasukannya dalam satu minggu dan selama satu minggu itu, pejuang Palestina akan melakukan gencatan senjata.

Warga Palestina di Gaza memang belum sepenuhnya aman dari kebrutalan pasukan Zionis Israel. Namun sejumlah pengamat keamanan dan militer sepakat menyebut gencatan senjata sepihak Israel adalah kemenangan bagi Palestina. Karena selama 22 hari agresi kejinya dari darat, laut dan udara, Israel telah membunuh dan melukai warga sipil dan menghancurkan fasilitas publik serta pemukiman warga Palestina di Gaza.

Analis militer asal Mesir, Tal'at Mussalam mengatakan, "Faktanya, musuh sudah gagal mencapai tujuannya dan ini merupakan kemenangan yang jelas bagi kelompok perlawanan di Palestina."

Pendapat serupa diungkapkan Walid Sokaria, pengamat militer asal Libanon. "Setelah 22 hari melakukan serangan non-stop, militer Israel gagal memaksa Hamas dan kelompok-kelompok pejuang lainnya untuk menyerah. Perang Israel tidak mampu menghentikan tembakan roket dan tidak mampu menumbangkan Hamas di Gaza, bahkan Israel gagal membebaskan prajuritanya, Gilad Shalit yang ditawan pejuang Palestina," papar sokaria

"Kemenangan macam apa yang mereka (Israel) klaim. Hamas-lah pihak yang memenangkan peperangan," tukasnya.

Sokaria menambahkan, agresi brutal Israel ke Gaza yang kemudian dilanjutkan dengan pengumuman gencatan senjata sepihak oleh Israel, juga meningkatkan popularitas Hamas di kalangan rakyat Palestina, masyarakat Arab dan komunitas internasional.

Pendapat berbeda dilontarkan Yassin Suwaid, pengamat militer di Libanon. Menurutnya, Israel telah berhasil melakukan pukulan keras terhadap Hamas. "Tidak diragukan lagi, Israel adalah pemenangnya," kata Suwaid.

Menurutnya, yang mengalami kekalahan dalam perang ini adalah warga Gaza yang kehilangan rumah dan orang-orang yang mereka cintai, karena tujuan agresi ke Gaza memang untuk menghancurkan rakyat Palestina di Gaza dan bukan untuk menumbangkan kekuasaan Hamas di wilayah itu.

Agresi brutal Israel ke Jalur Gaza menghancurkan sedikitnya 20.000 pemukiman, 1.500 fasilitas komersial, 51 gedung pemerintahan, 18 gedung sekolah, 20 masjid dan 50 kilometer jalan. Dana yang dibutuhkan untuk membangun kembali Gaza dipekirakan mencapai satu milyar dollar.

Pengamat militer di Mesir, Mohammed Abdul Salam tidak sepakat dengan pendapat Suwaid. Ia mengatakan, kehancuran yang terjadi akibat ulah Israel tidak bisa dijadikan basis untuk menilai siapa yang telah memenangkan perang. Abdul Salam cenderung netral memberikan pendapatnya.

"Israel gagal menumbangkan kekuasaan Hamas di Gaza, gagal menghentikan tembakan roket dan menghentikan penyelundupan senjata. Hamas juga tidak berhasil mencapai tujuan militernya. Sebab itu, yang terbaik untuk menjelaskan hasil peperangan ini, Hamas tidak kalah dan Israel tidak menang," ujarnya. (ln/iol/prtv)

Anggota Parlemen Likud: Agresi Militer Israel ke Gaza Gagal


Anggota Parlemen Partai Likud, dan pakar di bidang hukum, Yisrael Katz, menyatakan agresi militer Israel ke Gaza, mengalami kegagalan. Israel tidak mencapai tujuannya. Dan, menimbulkan ratusan korban dikalangan militernya. Pengakuan Katz membuka tabir, yang terang-benderang, yang selalu ditutupi, dan sejatinya Zionis-Israel menderita kerugian besar, akibat agresi yang dilakukan terhadap Gaza.

Katz menegaskan, operasi militer ke Gaza, gagal total, dan itu dibuktikan dengan pengumuman Perdana Menteri Israel, yang mengumumkan pernyataan bahwa Israel, secara sefihak (unilateral) menghentikan serangannya (gencatan) di Gaza, dan tanpa mampu memusnahkan (eliminasi) kekuatan Hamas, dan tidak pula menghasilkan perjanjian penghentian pengiriman senjata, serta membebaskan Kopral Gilad Shalid.

Koran The Observer yang terbit di London, koran yang memiliki pengaruh cukup luas di Inggris, menulis berita, perang yang dilakukan Israel di Gaza, menimbulkan kekalahan secara militer dan moral, tulis The Obeserver. Selanjutnya, koran itu menulis, masalah keamanan Israel, tak dapat diselesaikan hanya secara sefihak (unilateral) yaitu dengan menggunakan kekuatan militer. Cara berpikir para pemimin Israel itu, hanyalah mimpi belaka, dan sikap ini yang mendominasi mayoritas para pemimpin Israel. Keputusan yang diambil tidak sama sekali berdasarkan fakta di lapangan, di mana akibat agresi itu telah menimbulkan korban sipil yang sangat besar, bukan menghancurkan kelompok Hamas di Gaza. The Observer itu menambahkan, sebenarnya tujuan agresi Israel itu ingin membatasi kemampuan militer Hamas, tapi mengapa harus menghancurkan seluruh infrastruktur yang ada di Gaza. Memang, Israel tidak dapat lagi membedakan antara tempt pejuang Hamas dengan fasilitas umum, semuanya mereka hancurkan. Bahkan, kantor PBB juga menjadi target militer mereka.

Menurut koran yang terbit di Inggris yang memiliki tiras yang luas itu, justru tindakan Israel yang brutal itu, hanyalah menaikan popularitas, simpati dan moral pejuang Hamas di Gaza. Hamas berhasil menyatukan Timur dan Barat, ketika menghadapi Israel. Seluruh dunia dari berbagai kalangan agama, politisi, dan kelompok-kelompok yang ada semua mereka miliki pandangn yang sama, bahwa Israel menjadi ancaman perdamaian. Agresi Israel itu, juga menciptakan kesadaran yang sifatnya kolektif dikalangan masyarakat internasional.

Dr.Abdelsattar Qassem, seorang professor dibidang ilmu politik di Najah Nasional University, yang berada di kota Nablus, perang yang terjadi di Gaza, hanya menjadikan Hamas, sebagai kekuatan perjuangan yang sangat dikagumi dikalangan penduduk, dan kemampuan bertahan selama 22 hari menghadapi gempuran militer Israel, sangatlah mengagumkan. Selanjutnya, Dr.Qassem menambahkan populeritas Hamas, sekarang ini menyeruak ke seluruh dunia Arab, dan seluruh kalangan Gerakan Islam, dan menjadikan Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Presiden Mahmud Abbas, tersungkur, ujar Dr.assem.

Israel gagal menusuk dari belakang Gaza untuk menghancurkan Hamas, dan kelompok pejuang Palestina itu, berhasil memberikan perlawanan yang sengit, sehingga pasukan pertahan Israel, gagal mencapai tujuannya menghancurkan seluruh kemampuan militer Hamas. Israel dan para pemimpin Israel, termasuk Perdana Menteri Israel, Ehut Olmert , mencatat pasukan Israel tidak mencapai kemajuan yang berarti dari agresi militernya ke Gaza, dan hanyalah menimbulkan korban sipil.

Impian para pemimpin Zionis-Israel akan memenangkan perang di Gaza melawan Hamas, sudah berlalu. Dan, hanya tinggal impian, karena menurut Dr.Qassem kekuatan perlawanan Hamas, memiliki kemampuan pertahanan yang cukup baik, dan akhirnya dapat memenangkan perang, ketika berhadapan dengan pasukan Israel, yang memiliki kemampuan senjata yang amat modern. (M/Pic).